KADRUNISME QUO VADIS?
Nyaris tak ada yang serius dalam polarisasi politik dan polemik yang berlangsung di negeri ini. Terkesan tak ada yang konsisten selain hiruk pikuk reaktif sebagai letupan sesaat mengikuti arahan konduktor orkestra isu. Alih-alih menyoroti biangnya, malah sibuk mengunyah isu-isu tak fundamental.
Kadrunisme tak lagi identik dengan wahabisme, cingkrang dan jenggot acak. Ia bisa hadir dalam aneka kemasan songkok, sarung, jas, seragam aparat hukum, bahkan di balik mulut yang teriak NKRI harga mati.
Sampainya seorang agamawan ultra intoleran ke posisi politik yang sangat tinggi adalah bukti tak terbantahkan makin kuatnya politik identitas (kadrunisme).
Kadrunisme kini tak hanya di BUMN, universitas-universitas negeri, medsos, meme, iklan klepon dan aksi-aksi jalanan tapi dalam pusat pengambilan keputusan. Itu artinya, menentang kadrunisme bisa dianggap nyinyir kepada pemerintah.
Dalam alur hierarkimya, penentang kadrunisme boleh jadi berada dalam lingkaran kekuasaan yang digenggam dedengkot instruktur tertinggi kadrunisme. Yang lebih tragis dari nasib klepon adalah hilangnya rasa aman bagi warga yang diberi label sesat, menyimpang dan semacamnya.