Kalau seorang/beberapa orang mengaku mengetahui agama tak berarti selainnya/selain mereka tidak mengetahui dan tidak berarti tidak ada yang lebih mengetahuinya.
Bila ayam mengaku bisa terbang karena punya sayap, tak berarti dia bisa terbang, tak berarti selainnya tidak bisa terbang dan tak berarti tidak ada lebih mahir.
Bila ayam mengaku bisa tebang karena punya sayap, tak berarti dia bisa terbang, tak berarti selainnya tidak bisa terbang dan tak berarti tidak ada lebih mahir terbang.
Bila seseorang gemar menyesatkan orang/sebuah kelompok tak berarti dia lebih pandai soal agama dari yang disesatkan.
Bila orang yang di hadapan Anda tidak sama dalam sumber dan metode tafsir dan takhrij, maka ajakan untuk kembali kepada Alquran dan Hadis tidak efektif.
Bila tidak ada perbedaan sumber dan metode tafsir Alquran dan takhrij Hadis, mazhab-mazhab tidak ada, bahkan tafsir-tafsir yang berlainan dalam 1 mazhab pun tidak ada.
Mengaku ulama dalam sebuah perkumpulan atau diakui sebagai ulama oleh sebuah kelompok tak berarti ulama juga bagi kelompok lain.
Orang-orang intoleran tidak lebih dari orang-orang yang panik dan shock karena ternyata mindsetnya tentang “satu” (satu-satunya) itu faktanya hanya “salah satu”.
Bila tidak ada perbedaan sumber dan metode tafsir Alquran dan takhrij Hadis, mazhab-mazhab tidak ada, bahkan perbedaan tafsir-tafsir dalam 1 mazhab pun tidak ada.
Dimaklumi, sebagian orang yang area ekplorasinya sempit merasa puas dengan capaiannya dan panik saat menemukan orang lain yang eksplorasinya lebih luas.
Dimaklumi, saat kitab-kitab yang diajarkan tidak bertambah, mengira dirinya ulama, dan kalap saat orang lain tak mengikutinya karena tak mengiranya ulama.
Dimaklumi, mengira apa yang dipahaminya/diyakininya sebagai kado khusus dari langit, lalu merasa runtuh berkeping-berkeping saat orang lain membangunkannya.
Dimaklumi, karena merasa paling benar atau satu-satunya yang benar, shock saat disadarkan apa yang dipahaminya hanyalah “salah satu”, bukan “satu-satu”nya.
Dimaklumi, karena merasa dirinya sebagai “yang terpilih” untuk mewakili kebenaran Tuhan, merasa berhak menjungkir standar moral dengan melakukan penyesatan.
Peradaban yang dibangun diatas intelektualitas prima dan spiritualitas tinggi telalu kokoh untuk diruntuhkan dengan broadcast dan spanduk-spanduk kepandiran.
Terimalah sebagai muslim. Kalau tidak, terimalah sebagai orang beragama. Kalau tidak, terimalah sebagai orang bertuhan. Kalau tidak, terimalah sebagai manusia.
Kalau dianggap kafir (“barang siapa yang ingin”), “biarlah ia kafir.” (QS.18:29).
Kalau dianggap sesat, biarlah karena “tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (QS.5:105),