Pedoman menilai sebuah kelompok:
Satu buku atau sebuah lontaran tidak bisa dijadikan dasar menilai atau generalisasi penilaian.
Setiap mazhab punya metode dan kriteria penetapan perin Satu teks yang terkesan negatif tidak bisa dijadikan dasar penyikapan general.
Teks dalam literatur riwayat dari mazhab apapun bisa ditafsirkan sesuai presumsi subjektif. Sepercik benci bisa mengubah pemahaman dan jadi sumber petaka.
Banyak orang sibuk dengan mazhab lain padahal tidak tau tentang mazhabnya sendiri. Mazhab apapun tidak semutlak wahyu. Pasti ada celah untuk dikritik. Ini yang jarang dipahami.
Syi’ah itu bukan aliran kemarin sore yang muncul di pelosok di tengah orang-orang awam. Ada ratusan ribu buku dengan nama-nama mentereng sepanjang sejarah. Googling aja.
Sebaiknya para intoleran menghentikan mimpi mengakhiri mazhab ini hanya dengan sekali “tekan tombol”. Masyarakat bukan keranjang ujaran benci dan dusta.
Kadang ujaran intoleransi dan pensesatan tidak ditanggapi bukan karena tidak bisa membungkamnya tapi karena merasa turun kelas bila memperhatikannya.
Saya yang awam ini mana berani menanggapi orang-orang yang merangkap 3 atribut: ulama, intelektual dan muda.
Saya baru nyadar bahwa disini pakar Syi’ah lebih banyak daripada di Iran. Malah di Iran tidak ada yang mengaku pakar Syi’ah. Ini masuk rekor “grosir pede’.
Anggaplah apa yang Anda ketahui mungkin diketahuinya. Apa yang Anda tidak ketahui mungkin diketahuinya.
Disini bila anda yakin dan nyatakan bahwa (misalnya) “Budi bukan pencuri”, maka Anda dianggap 1. pencuri seperti Budi, korban “budisasi”.
Ada dua macam Syi’ah: 1. Syi’ah menurut Syi’ah, 2. Syi’ah menurut anti Syi’ah.
Syi’ah versi pembencinya adalah kumpulan orang yang secara sadar ingin masuk neraka, memburu murka Allah. Singkatnya, super iblis getto deh.
Bila ada lagi yang tanya tentang Syi’ah, saya akan tanya dulu apakah dia menanti jawaban tentang Syi’ah menurut Syi’ah atau Syi’ah menurut yang anti Syi’ah.
Orang cenderung intoleran meyakini agama dan pandangannya bukan karena hasil komparasi atau riset. Mereka adalah korban “keterlanjuran epistemologis”.
Saatnya mengubah mindset mazhabisme Syi’ah, Sunni, Wahabi dan lainnya dengan Satu Iman (Tauhid) dan Satu Islam (Risalah Muhammad SAW).
Rukun Iman satu: keesaan Allah. Rukun Islam satu : kerasulan Muhammad. 2 Syahadat adalah password untuk masuk ke Satu Umat. No negotiation!
Mau jadi sunni, syi’ah, wahabi atau liberalis adalah hak individu. Tak seekor ekstremis pun punya hak dan kuasa memaksa keyakinan dan pendapat.
Mazhab terdiri dari bermacam pendapat 1 atau beberapa orang tentang bermacam isu. Kadang malah 1 orang punya 2 pendapat yang berlainan tentang 1 isu. 1 mazhab tidak bisa dinilai general.
Disini mayoritas tidak paham mazhab bahkan tidak mengerti apa mazhabnya. Orang dianggap penganut 1 mazhab bila memilihnya dengan komparasi atau memahami dasar-dasarnya.
Berdasarkan isunya, Sunni dibagi 3, akidah (kalam) seperti Asya’ari, hukum (fiqh), seperti Syafi’i dan akhlaq (tasawuf), seperti Ghazali. Inilah cara “resmi” bermazhab.
Ada 2 pola bermazhab; 2.holistik, yaitu mengikuti semua pendapat dalam 1 mazhab; 2.eklektik, yaitu memilih salah 1 pendapat dalam 1 mazhab kalam, fikih & tasawuf.
Jangan mengandalkan dugaanmu tentang keunggulan dirimu dan kekurangan orang lain.
Bila 1 mazhab atau kelompok dinilai negatif karena satu info, teks riwayat atau pernyataan 1 orang, hal yang sama bisa dilakukan pihak yang dinilai negatif itu.
Banyak pola pendekatan yang membentuk kesyi’ahan seseorang; historikal, skriptural, yurisprudensial, kalam, filosofis, mistik dan sebagainya.
Kebenaran yang disisipi dusta lebih diterima oleh banyak orang daripada dusta yang disisipi kebenaran.
Memilih sebuah worldview adalah prestasi diri. Yang keberatan atau mules terhadap prestasi orang lain, silakan ke toilet.
Mengkritisi pandangan sendiri sebelum dilontarkan adalah cara bijak mengantisipasi kesalahpahaman. Tapi ini tidak untuk yang cuma mau mensesatkan.