Kajian Logika Agama tentang LGBT
Kajian LOGIKA tema LGBT
Dikirim oleh Muhsin Labib pada 31 Desember 2017
Kajian LOGIKA tema LGBT
Dikirim oleh Muhsin Labib pada 31 Desember 2017
Di tengah hiruk-pikuk dunia modern ini, di mana sains dan teknologi berada di puncak kejayaannya, agama sering kali dianggap sebagai relikui masa lalu yang tak relevan. Namun, di balik fasad materialisme yang manusia merindukan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang melampaui batas-batas duniawi. Agama, dengan segala kekayaan tradisi dan ajarannya,
Menyelidiki Eksistensi dan Realitas Eksistensi dalam pengertian primer meliputi segala yang ada, yang dikenali maupun tidak dikenali, diyakini adanya dan tidak diyakini adanya. Dengan kata lain, keberadaan tidak ditentukan oleh pengetahuan, penerimaan dan penolakan. Eksistensi meliputi dua; a) eksistensi internal yang lazim disebut ide dan mental dan diatribusi subjektif berupa
Agama Tuhan tanpa Manusia: Dogma dalam Ruang Hampa Agama, dalam pandangan ini, adalah monolog langit yang turun sebagai titah absolut. Manusia ditempatkan sebagai objek pasif—hamba yang wajib tunduk tanpa hak bertanya, mengkritik, atau merenungkan makna. Akal, yang seharusnya menjadi lentera pencari kebenaran, dikubur di bawah timbunan dogma. Agama dianggap
Sedetik sejak kelahirannya, subjek manusia mengakui atau menerima atau memastikan adanya dirinya. Dari helaian kehidupan yang terbuka, setiap manusia lahir dengan gerak eksistensial yang mendalam. Sejak tarikan napas pertamanya, manusia telah menjadi being-toward-the-world (Heidegger) — entitas yang secara primordial terlempar ke dalam keberadaan. Sedetik berikutnya mengekspresikan pengakuan itu dalam sebuah aksi.