KALIMAT TAUHID

KALIMAT TAUHID
Photo by Unsplash.com

Zikir paling mulia adalah kalimat Tauhid, la ilaha illallah, yang merupakan kata sakti dan titik temu mukmin. Kalimat Tauhid disebut tahlil, yang berasal dari kata هلل berarti mengucapkan la ilaha illallah.

Zikir tahlil yang juga disebut Kalimat Tauhid adalah premis predikatif negatif universal ekskusif yang hanya bisa melahirkan premis predikatif afirmatif partikular.

KalimatTauhid memuat kata ilah (اله) dan Allah (الله) yang sering dimaknai secara berbeda hingga menimbulkan sengketa dan kontroversi.

Kata ilah banyak didefinsikan tapi yang paling populer ia adalah kata serapan dari Aramaik yang mengikuti wazan کتاب yang berarti yang ditulis.

Ilah berarti yang disembah dan dipuja yang sinonim dengan معبود (ma’bud). Ia juga dianggap sebagai bentuk tak definitif (tuhan dengan “t” kecil).

Allah adalah kata personal yang oleh para sufi disebut ism a’zham (nama teragung) atau lafzhul jalalah, simbol untuk Dia yang Tunggal.
Terlepas dari siapa yang berhak menyebut dan mengucapkannya, nama Allah bukankah zatNya namun namaNya yang paling mencerminkan Dirinya.

Di atas nama a’zham (Allah) adalah Huwa (Dia) yang dalam ayat-ayat diungkap dengan lailaha illa Huwa (Tiada tuhan selain Dia). Allah adalah Dia.

Karena Allah adalah nama personal paling agung untukNya, Dia boleh dipanggil dengan nama itu dan semua nama terbaik yang memang hanya milikNya.

Kalimat Tauhid harus dikembalikan kepada maknanya yang sakral dan eksistensial, yaitu deklarasi ketakberadaan selainNya tanpa reduksi dan privatisasi makna juga tanpa penyitaan penggunaan kalimatnya bagi kelompok tertentu.

Kalimat Tauhid tak boleh lagi dimutilasi dan direduksi dengan dijadikan cap yang diperlakukan semacam merek dagang khusus bagi sebuah kelompok tertentu demi tujuan politik dan platform ideologi yang bisa jadi jauh dari substansinya.

Read more