Skip to main content

Umumnya “belum berhaji” dikesankan belum mapan atau tidak relijius. Akibatnya, bagi sebagian melaksanakan haji merupakan kebutuhan dan berusaha menghapus kesan itu demi kepentingan poltik atau keleluasaan sosial.

Ketika menganggap haji sebagai kebutuhan, maka rela mengeluarkan dana besar, bahkan tanpa kecermatan dan kewaspadaan terhadap potensi pemerasan, penipuan dan eksploitasi.

Padahal haji bukan kebutuhan tapi kewajiban dengan sejumlah syarat, termasuk kesempatan. Bila tak dapat antrian, syarat kewajiban melaksanakan haji belum terpenuhi.

Namun, dalam situasi khusus ketika giliran sangat panjang hingga puluhan tahun karena jumlah calon pelaksana haji sangat besar dan kuota yang disediakan oleh rezim Saudi terbatas, (karena sengaja membatasinya agar bisa menyediakan visa personal alias furoda yang disebut mujamalah untuk memoroti kocek kelas ekonomi menengah) mestinya Pemerintah memberikan perhatian berdasarkan prioritas usia dan sebagainya kepada para manula, bukan malah membiarkan praktik kapitalisasi ibadah sakral ini oleh para penjarah harta umat berkedok agama.

Tanpa minyak rezim klan yang menduduki Mekah dan Madinah itu cukup jadi kaya dengan mengeksploitasi ibadah haji dan memeras orang-orang yang sangat memerlukan visa haji tanpa antrian bertahun-tahun. Ancen maling.