KEDERMAWANAN TANPA SYARAT KESAMAAN KEYAKINAN

KEDERMAWANAN TANPA SYARAT KESAMAAN KEYAKINAN
Photo by Unsplash.com

Nabi Ibrahim dikenal sebagai orang yang sangat dermawan dan penggemar tamu. Setiap hari dia hanya makan bila ditemani tamu. Setiap tiba waktu makan dia selalu berdiri depan rumah mengajak pelintas jalan untuk menemaninya makan. Bila tak menemukan tamu, dia mengelingi pasar bahkan hingga pintu keluar kota.

Saking gemarnya mengundang tamu, dua malaikat berpenampilan dua manusia yang mengunjunginya ditawari makan hidangan seekor kambing namun menolaknya. Kebiasan Ibrahim AS yang melampaui tak standar umum kedermawanan ini mengundang penasaran banyak orang.

Seperti biasanya suatu hari Ibrahim AS menyapa seorang musafir yang melintas depan rumahnya brahim pun lalu mempersilakan mampir untuk makan bersama.

Sebelum menikmati hindangan bertanya, "Apa yang harus saya lakukan untuk membalas kebaikan anda?'

"Sebutlah nama Kekasihku (Allah) lalu kita makan bersama," sahut Nabi Ibrahim.

"Kekasih anda bukanlah kekasih saya," ujarnya.

Dia pun berdiri lalu meninggalkan rumah itu.

Malaikat datang menyampaikan salam dan pesan dari Allah.

"Hai Ibrahim, mengapa kau biarkan tamu itu meninggalkan rumahmu tanpa makan," tanyanya.

"Dia menolak menyebut namaMu," jawab ayah Ishak dan Ismail itu.

"Mengapa kau menjadikan penyebutan namaKu sebagai syarat hanya untuk makan sehari bersamamu. Sedangkan Aku sebagai pemilik semuanya termasuk jamuanmu memberinya makan selama 50 tahun meski Aku tahu dia tak menyembahku.

Sejak mendapatkan teguran itu Ibrahim tak menyertakan penyebutan nama Allah sebagai syarat dan imbalan.

Kisah di atas menyadarkan kita bahwa :

1. Sekadar meminta seseorang menyebut nama Tuhan sebelum berbuat baik mengurangi kesempurnaan sebuah perbuatan baik. Bila sekadar meminta penyebutan nama Tuhan dianggap mengurangi kesempurnaan sebuah kebaikan, tentu mengajak orang untuk menganut agama dan mazhab dengan alasan berdakwah bisa dianggap sebagai marketing keyakinan. Lebih-lebih, bila dilakukan dengan cara yang agresif.

2. Ketulusan adalah memurnikan kebaikan sebagai kebaikan bukan investasi.

3. Ketulusan tak hanya berlaku dalam tindakan namun dalam ucapan bahkan dalam benak.

4. Berbuat baik secara tulus kepada manusia meniscayakan universalitas yang bebas diskriminasi keyakinan dan status.

5. Kebenaran atau pandangan yang diyakini benar harus dipilih secara sukarela bukan dijajakan apalagi dipaksakan.

Read more