Skip to main content

Hari Kemerdekaan adalah hari paling penting bagi sebuah masyarakat karena lahirnya sebuah bangsa mandiri dan berdirinya sebuah negara yang menjadi properti bersama yang diikat oleh sebuah asas yang menaungi setiap warga dengan ciri personal dan komunalnya sebagai suku dan unit sosial lainnya.

Hari kemerdekaan diperingati dengan beragam cara dan event mulai dari upacara resmi seperti pengibaran bendera hingga balap karung, panjat pinang dan bermacam bentuk pesta rakyat lainnya demi mensyukuri karunia kemerdekaan sekaligus mengenang pengorbanan serta jasa para pendiri negara dan ksumua bangsa.

Kemerdekaan adalah situasi yang dialami sekelompok orang di sebuah wilayah setelah mendapatkan hak mengurus diri sendiri sebagai bangsa yang diakui oleh pihak penjahah asing atau negara-negara lain melalui perlawanan militer atau perundingan.

Kemerdekaan pada dasarnya tak berhubungan dengan individu dan tak serta merta berimpilkasi atas kepentingan warga negara. Namun pada faktanya, dengan pengecualian beberapa negara tertentu yang berubah setelah kemerdekaannya menjadi negara demokrasi yang menghormati kebebasan individu, kita melihat sebagian besar warga di negara-negara merdeka di paruh kedua abad 21 justru meratapi masa indah”, setelah menjalani pengalaman hidup dalam pemerintah dan penguasa nasional.

Para penguasa penjajah asing mengikuti hukum aturan meski dimanipulasi, tetapi dalam faktanya sejumlah penguasa nasional justru tak mengikuti hukum, bahkan berada di atas hukum. Kalau ada hukum, maka penguasa dan elitnya berada di atasnya. Bila diterapkan, tebang pilih.

Sebagian besar para penjajah berusaha memaksakan budaya dan bahasa mereka di koloni. Budaya ini dalam banyak kasus merupakan sarana komunikasi yang sangat positif bagi individu dan masyarakat di negara-negara penjajah. Sedangkan penguasa domestik, setelah meraih kemerdekaan menghancurkan budaya kolonial dengan cara yang lucu, kikuk dan terkadang tragis. Tidak menggantinya dengan budaya domestik tapi malah mereduksi warisan, sejarah, dan budaya domestik dengan oligarki dan feodalisme.

Dalam kebanyakan kasus, budaya domestik telah berubah menjadi seni menjilat, kepura-puraan, keterbelakangan dan korupsi. Lebih dari itu, kearifan domestik telah menjadi jargon sakral yanf bisa dikritisi. Selanjutnya, kemerdekaan hanya berkah bagi sebagian warga yang merasa paling domestik dan patrotik dan nasionalis.

Yang menakutkan adalah budaya ini juga telah menjadi budaya primordial lingkaran sosial tertentu, milik dinasti keluarga tertentu, diklaim milik suku tertentu dan etnis tertentu, kelompok politik, ekonomi dan keyakinan tertentu. Akhirnya, oligarki seolah menjadi takdir pasca kemerdekaan. Kadang penjajahan domestik berupa diskriminasi dalam bidang politik, administrasi dan hukum pada level formal struktural dan intoleransi terhadap kelompok minoritas keyakinan, suku dan lainnya seolah menjadi fenomena yang dibiarkan bahkan direstui atas nama nasionalisme, demokrasi dan klaim orisinalitas. Inilah antiklimaks. Singkatnya, kemerdekaan sudah, kebebasan belum.