Kadang shalat 4 menit terasa berat hingga mandi peluh dan berharap cepat selesai. Kadang main futsal 2 jam terasa sebentar. Kepatuhan memang berat.
Kadang demi mentraktir teman-teman mudah membayar ratusan ribu. Kadang untuk memberi pengemis lusuh, mencari uang jumlah terkecil. Kepatuhan memang berat.
Kadang ngobrol ngalor ngidul dengan kekasih betah berjam-jam. Kadang mendengar 3 menit ujaran logis tentang kehambaan terasa 3 jam. Kepatuhan memang berat.
Kadang vokal mengecam prilaku koruptor. Kadang piawai memberikan justifikasi saat kolusi dengan pejabat demi meraih tender. Kepatuhan memang berat.
Kadang antusias mengecam intoleransi dalam pertemuan informal. Kadang berkelit kala diminta tampil membela korban intoleransi. Kepatuhan memang berat.
Kadang bersemangat menggalang dukungan untuk pelestarian komodo. Kadang abai terhadap nasib manusia-manusia yang dijajah atas nama agama. Kepatuhan memang berat.
Kadang mudah menyalahkan pembantu karena piring yang dipegangnya jatuh dan pecah. Kadang merasa biasa saja saat dia menjatuhkan piring. Kepatuhan memang berat.
Setuju berbeda dengan patuh. Setuju adalah menerima ide orang lain karena sama dengan idenya. Patuh adalah menerima ide orang bukan karena sama dengan idenya tapi menganggapnya sebagai orang yang harus dipatuhi meski kadang idenya tidak sesuai ide yang dipatuhi.
Setuju itu mudah karena sikap itu pada hakikatnya adalah membenarkan ide sendiri yang sama dengan ide orang lain. Patuh itu sulit karena ia mengabaikan ide sendiri dan ego demi mengutamakan ide orang lain yang kadang tidak sesuai dengan idenya.
Kepatuhan bermacam dua; 1. Kepatuhan natural atau takwini, yaitu kepatuhan determinan dalam koridor hukum kausalitas dan hukum alam dan lainnya. 2. Kepatuhan konvensional, yaitu kepatuhan yang bisa dilanggar.
Kepatuhan konvensional atau tasyri’i bermacam dua; 1. Kepatuhan sejati adalah kepatuhan vertikal berdasarkan keyakinan kewenangan yang bersifat sakral dan bersifat ketuhanan.
Kepatuhan sejati bermacam dua;
1. kepatuhan primer, yaitu kepatuhan kepada sumber awal kewenangan. Pemilik kewenangan ini adalah Tuhan.
2. Kepatuhan sekunder yang merupskan akibat langsung dari kepatuhan primer.
2 Kepatuhan sekunder bermacam dua;
- Kepatuhan sekunder kausal, yaitu kepatuhah kepada figur yang merupakan pemegang amanat dan mandat pertama dari Allah SWT. Pemilik kewenangan ini adalah Muhammad SAW sebagai pancaran pertama cahaya wujud Allah SWT.
- Kepatuhan sekunder efektual, yaitu kepatuhan sejati yang merupakan keniscayaan dari kepatuhan kepada pemilik kewenangan kedua. Pemegang hak kepatuhan ini adalah pribadi-pribadi suci yang bertugas menjaga wahyu suci yg diterima oleh Nabi SAW.
Kepatuhan majazi atau metafor adalah keterikatan karena kesepakatan yang dibangun diatas mutualisme dan kerjasama yang harmonis, sebagaimana lazimnya kepada kepada sistem sosial, hukum, UU, kontrak kerja dan sebagainya.