#KEPO

#KEPO
Photo by Unsplash.com

Keinginan untuk mengetahui sesuatu merupakan ciri umum makhluk biologis. Lebih-lebih manusia yang dibekali panca indra, juga akal budi. Istilah lazimnya "penasaran", dan bahasa gaulnya, kepo.

Kepo sendiri punya tiga jenis kelamin. Kepo yang produktif, kepo yang rekreatif sebagai produk gaya hidup, dan kepo yang kontraproduktif.

Disebut produktif bila kepo atau rasa penasaran didasarkan pada kehendak dan penyusunan rencana. Tindakannya juga sebagai respon antisipatif bila objeknya negatif atau proaktif bila afirmatif.

Namun, bila tidak berdasar rencana responsif karena objek yang ingin diketahui tak bernilai sama sekali, maka kepo ini hanyalah sebentuk rekreasi. Modusnya "ingin tahu agar sudah tahu", atau "agar tahu sebagaimana orang lain tahu". Sia-sia belaka, absurd, rekreatif.

Inilah kepo yang umumnya menyeret individu pada labirin bermain-main, semata-mata, mengintip, dan sebagainya. Semua itu kerap berujung gosip, sangka buruk, bahkan fitnah.

Kepo macam ini mendorong sebagian orang mengagresi kehidupan pribadi orang lain tanpa tendensi negatif. Tujuannya hanya untuk memuaskan dahaga keusilan, sekadar hiburan, atau demi hobi semata.

Di abad media sosial (medsos), kepo seperti ini dirayakan gila-gilaan. Medsos bukan hanya sekadar kanal yang mendongkrak rasa ingin tahu ke level hasrat dan berahi. Tapi, medsos itu sendiri produk budaya kepo yang tidak lagi dapat dipuaskan secara orgasmik di alam real. Kultur kepo sebagai gaya hidup posmodern telah menuntut dipuaskan tanpa batas di alam virtual.

Rasa penasaran inilah yang kerap dijadikan komoditas oleh industri media televisi dengan tayangan gosip para pesohor demi mendorong banyak manusia yang jenuh dan mengalami disorientasi sosial untuk mengejar kenikmatan sensasi, fantasi dan delusi, bukan faktanya. Penasaran selalu menyenangkan justru karena kadang objeknya tidak nyata.

Paling buruknya kepo adalah yang kontraproduktif; kepingin tahu sesuatu yang justru buruk untuk diketahui. Tujuannya untuk menguak keburukan atau kelemahan pihak lain akibat kebencian. Lebih parah lagi, kepo ini bertujuan menindas dan memeras pihak lain, atau setidaknya sekadar menikmati rasa unggul.

Dalam literatur psikologi, kepo agresif merupakan pelanggaran terhadap privasi sebagai akibat minimnya empati dan apresiasi terhadap orang lain. Agresi atas batasan privasi orang lain cenderung manipulatif, narsistik, dan minim kesadaran diri.

Dalam literatur agama, keingintahuan terhadap perkara yang menuntut pengamalan tanpa kehendak mengamalkan dapat dianggap sebagai koleksi dosa tanpa sadar. Inilah yang biasanya dianggap sebagai perilaku "cari masalah".

Allah Swt memberi peringatan, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu.” (QS. al-Maidah: 101)

Mencaritahu hukum agama dalam ibadah tertentu seperti shalat, kesucian, dan sebagainya, atau dalam muamalah tertentu seperti jual beli dan sebagainya, adalah wajib. Mengabaikannya jelas dosa besar.

Namun, mencaritahu hukum agama yang tak berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas pribadi tidaklah wajib. Kecuali bagi orang yang diposisikan sebagai narasumber.

Read more