KETAKWAAN MENGGUNGGULI GELAR DAN GARIS KETURUNAN
Masyarakat Sunni di Indonesia, terutama kaum Nahdliyin, dikenal sangat menghormati dan mengistimewakan Ahlulbait karena banyak teks suci menganjurkan hal itu. Karena itu mereka menghormati siapapun yang mengklaim diri sebagai Ahliubait dengan sangka baik bahkan kerap tanpa pilih-pilih.
Biasanya penghormatan tak proporsional menumbuhkan dalam diri pemberi penghormatan ekspektasi tak proporsional. Ekspektasi tak proporsional yang tak nyata biasanya justru mengakibatkan perubahan sikap secara radikal, yaitu generalisasi cemooh yang justru rasial dan tak manusiawi.
Di sisi lain, karena penghormatan tak proporsional itu, tak dapat ditutupi fakta adanya orang-orang yang justru menjadikannya sebagai justifikasi untuk mengklaim diri sebagai Ahlulbait demi menikmati hak istimewa kesucian dan penghormatan masyarakat.
Setelah menikmati hak istimewa berkat atribut kudus Ahlul Bait yang diklaim, sebagian berusaha mempertahankannya dengan menjadi agamawan intoleran yang menyebarkan ujaran kebencian. Padahal mereka adalah dzuriyah (keturunan) Nabi. bukan Ahlulbait Nabi dan tidak suci. Paling tidak, bila mengklaim kesucian, mestinya berusaha mencerminkannya dalam prilaku baik di atas rata-rata.
Tentu, tak semua habib berprilaku negatif demikian. Banyak dzuriyah yang justru risih dipanggil habib dan menolak disebut Ahlulbait karena meyakini bahwa selain Nabi dan Ahlulbait tidak suci dan bahwa ketakwaan adalah satu-satunya tiara kemuliaan. Habib-habib toleran, rendah hati, berilmu dan berakhlak mencerminkan ajaran datuknya yang suci layak dihormati bahkan diistimewakan karena prestasi moral, bukan karena klaimnya.
Sebagian habib yang berpikir rasional berkeyakinan bahwa Ahlulbait adalah beberapa orang pilihan Nabi yang disucikan demi memproteksi diri mereka dari kesalahan dan keburukan yang bisa mencederai posisi mereka sebagai pengawal wahyu suci, pemimpin umat Islam dan teladan bagi umat manusia sepanjang zaman sebagaimana tertera dalam al-Quran dan hadis-hadis. Ini selaras dengan pandangan mazhab Imamiyah. Memberikan atribut Ahlulbait dengan hak kesucian kepada selain figur-figur agung yang dihormati seluruh umat Islam, seperti Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain, bisa dianggap mencampur emas dengan kuningan.
Allah tidak akan mengutamakan beberapa hambaNya atas hamba-hamba lainnya hanya karena hubungan keturunan, bukan karena prestasi ketakwaan sebagaimana telah Ia janjikan. "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” [Al-Hujurât: 13].
Al-Quran memuat kisah durhaka sebagian putra nabi dan sebagian istri mereka untuk dijadikan sebagai penyadar dan antisipasi agar kebenaran tidak disandera oleh orang-orang yang menjadikan agama dan klaimnya sebagai sarana mencari kekayaan dan kekuasaan.