Kadang seseorang enggan mengaku sebagai penganut sebuah keyakinan bukan karena menyembunyikannya tapi karena merasa belum menghadirkannya sebagai prilaku.
Iman dan amal adalah pasangan kausal. Tanpa salah satunya, ia tak bermakna. Nilai keyakinan tercermin dalam prilaku, bukan nama dan klaimnya.
Keyakinan semegah apapun bila tidak tercermin dalam prilaku dan sikap sosial hanyalah klaim.
Tak perlu bertanya kepada seseorang tentang nama keyakinannya, agama atau mazhabnya untuk menilainya. Perhatikan pandangan, sikap dan prilakunya.
Pandangan, prilaku dan sikap sosial seseorang adalah etalase keyakinannya, bukan nama keyakinan dan klaimnya.
Seseorang bisa saja memamerkan kompetensi intelektualnya sebagai bukti alasan memilih keyakinan. Tapi bukti terkuat adalah pandangan dan sikapnya.
Saat seseorang menyesatkan kelompok lain dengan mengatasnamakan kelompoknya sendiri, saat itu juga ia mengurangi citra baik kelompoknya.
Iman itu serumpun dengan keamanan dan amanat. Islam itu serumpun dengan keselamatan dan “salam” (damai).
Beriman itu menyebarkan rasa aman, bukan malah menyebarkan benci kepada sesama. Berislam itu menyelamatkan, bukan justru menyengsarakan sesama.
Nama kelompok dan aliran bahkan argumen-argumen yang ada di dalamnya tidak sepenting toleransi dan kerendahan hati penganutnya.
Kekuatan argumen keyakinan sebuah kelompok atau aliran tanpa kerendahan hati dan kesadaran tentang kenisbian persepsi hanyalah tiran wacana.