KOMUNITAS HABIB BUKAN PENDUKUNG SALAH SATU PASLON

KOMUNITAS HABIB BUKAN PENDUKUNG SALAH SATU PASLON
Photo by Unsplash.com

Demokrasi menjamin kesetaraan hak politik bagi setiap warga dari kelompok etnis dan keyakiinan apapun.

Setiap orang mengandalkan data tertentu dan alasan tertentu untuk menentukan pilihan. Bila sikap politik yang terarah kepada salah satu paslon terlihat dominan dalam sebuah komunitas, maka itu tidak bisa dijadikan sebagai dasar generalisasi yang disertai dengan penilaian biner.

Salah satu komunitas yang menarik perhatian dalam pentas politik jelang pilpres adalah kalangan alawiyin yang sering disebut habib dan habaib. Karena beberapa orang yang dikenal habib terlihat vokal mendung salah satu paslon, muncullah opini yang cenderung mengidentikkan semua komunitas habib yang jumlahnya sangat banyak dengan paslon tersebut. Ini jelas tidak valid.

Karena itu para calon pemilih 01 tak perlu menganggap semua habib sebagai pendukung 02. Pendukung 02 tak perlu menganggap semua habib atau komunitas alawiyin menolak 01.

Bila diperhatikan secara seksama komunitas habib dengan memasukkan variable mazhab, pandangan politik komunitas alawiyyin terdistribusi secara umum ke dua paslon.

Sayangnya, banyak yang mengira “habib" semacam profesi seperti dokter dan pengacara sehingga terasosiasikan dalam satu himpunan resmi. Padahal tidak. Artinya, Menjadi habib tak memerlukan registrasi dan pencatatan kartu membership dan proses administrasi lainnya.

Karenanya, habib tidak bisa diperlakukan sebagai profesi dan setiap penyandangnya sebagai anggota korp yang secara formal terikat oleh sebuah organisasi yang mengikat dengan aturan atau kode etik tertentu.

Dan karena itu pula, bila ada organisasi yang mengklaim atau dikenal sebagai wadah para alawiyyin mengambil sikap atau memberikan pernyataan tentang apapun, maka itu tak berlaku general atas semua habib dan komunitas alawiyin.

Muhsin Labib Assegaf

Read more