KOMUNITAS HABIB DAN POLARISASI POLITIK

KOMUNITAS HABIB DAN POLARISASI POLITIK
Photo by Unsplash.com

Muhsin Labib Assegaf

Demokrasi menjamin kesetaraan hak politik bagi setiap warga dari kelompok etnis dan keyakinan apapun.

Setiap orang mengandalkan data tertentu dan alasan tertentu untuk menentukan pilihan. Bila sikap politik yang terarah kepada salah satu kelompok terlihat dominan dalam sebuah komunitas, maka itu tidak bisa dijadikan sebagai dasar generalisasi yang disertai dengan penilaian biner.

Salah satu komunitas yang menarik perhatian dalam pentas politik identitas adalah kalangan alawiyyin yang sering disebut habib dan habaib. Karena tokoh arus kontra Pemerintah seorang yang dikenal habib muncullah opini yang cenderung mengidentikkan semua komunitas habib yang jumlahnya sangat banyak dengan tokoh tersebut. Ini jelas tidak valid.

Bila diperhatikan secara seksama komunitas habib dengan memasukkan variable mazhab, pandangan politik komunitas alawiyyin terdistribusi ke beragam kelompok.

Sayangnya, banyak yang mengira “habib” semacam profesi seperti dokter dan pengacara sehingga terasosiasikan dalam satu himpunan resmi. Padahal tidak. Artinya, Menjadi habib tak memerlukan registrasi dan pencatatan kartu membership dan proses administrasi lainnya.

Karenanya, habib tidak bisa diperlakukan sebagai profesi dan setiap penyandangnya sebagai anggota korp yang secara formal terikat oleh sebuah organisasi yang mengikatnya.

Dan karena itu pula, bila ada organisasi yang mengklaim atau dikenal sebagai wadah para alawiyyin mengambil sikap atau memberikan pernyataan tentang apapun, maka itu tak berlaku general atas semua habib dan komunitas alawiyin.

Read more