KRISTEN KATOLIK DAN ISLAM SYIAH

KRISTEN KATOLIK DAN ISLAM SYIAH
Photo by Unsplash.com

Irak merupakan negara yang mengalami konspirasi penghancuran sistematis dan genosida sektarian melalui kelompok ultra ekstremis sadis yang menyasar Syiah dan Sunni moderat juga umat Kristen serta sekte-sekte minoritas. Karena itu, kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Irak bisa dianggap sebagai peristiwa monumental yang diharapkan menjadi pendorong konsolidasi umat beragama menghadapi ekstremisme dan intoleransi.

Sebagian dari kita terinjeksi oleh doktrin intoleransi dan kebencian terutama terhadap Kristen dan penganutnya. Padahal banyak kesamaan antar Islam dan Kristen. Salah satu krmiripannya terdapat dalam Kristen Katolik dam Islam Syiah dalam hierarki otoritas keagamaan.

Meski tak sepi dari doktrin eksklusif dan mengalami deviasi serta friksi akibat intervensi politik kotor sebagaimana agama-agama pada umumnya, teologinya bukan gertak teks klerik tapi diskursus filsafat logika, etika, ontologi, kosmologi dan liturgi yang diajarkan dalam stoa-stoa skolastik oleh para bijakawan ternama, seperti Anselmus, Agustinus, Aquinas, Scotus dan lainnya. Beberapa teolog modern di Indonesia cukup mengundang respek saya, antara lain Romo Magnis Suseno dan Romo Mudji Sutrisno, juga beberapa agamawan aktivis seperti Romo Mangun Wijaya dan Romo Sandiawan.

Tak hanya mengajarkan kasih, agama ini punya sumber spirit resistensi terhadap kejahatan dan penindasan dalam epos-epos agung. Salib bukan sekadar dua batang kayu yang disilangkan tapi diyakini sebagai simbol pengorbanan dan perlawanan terhadap kejahatan serta kuasa rakus yang menciptakan kebencian antar sesama penyembah Tuhan. Beberapa nama agamawannya diabadikan sebagai ikon perjuangan, seperti Cardinal Sin, inspirator people power rakyat Filipina yang menggulingkan diktator Marcos, Desmont Tutu yang mensupport Mandela menghapus Apartheid di Afsel, Uskup Gustavo Gutierrez, pejuang Teologi Pembebasan di Peru dan banyak lagi lainnya.

Hierarki Otoritas Agama dalam Katolik

Agama ini menetapkan kriteria-kriteria ketat kompetensi dalam hierarki otoritas yang rapi dan megah. Ini adalah skor besar yang tak bisa dikejar oleh agama lain yang mengganti sistem pendidikan para agamawannya dengan pemujaan dan kultus yang dibangun di atas fosil folklor, dongeng kesaktian yang terus digemakan dan testimoni mimpi tak terjangkau nalar.

Tak hanya itu, proses pembentukan hierarki kewenangan dalam agama ini dimulai sejak dini melalui serangkaian jenjang edukasi. Upacara pengangkatan santo atau orang suci demi diselenggarakan mengamankan agama dari distorsi akibat tak adanya parameter dan syarat ketat pemegang otoritas. Inilah yang melahirkan kepatuhan dan kerapian umatnya di mana pun berada.

Umat Katolik adalah entitas komunal yang solid dan serius beragama serta sukses menampilkan wibawa dan sakralitas ajaran yang dipeluknya meski tersebar ke pelbagai negara dalam aneka bangsa. Hal itu karena mereka diikat oleh sistem kewenangan sentralistik, general dan gradual yang berpasangan secara niscaya dengan sistem kepatuhan sentralistik, general dan gradual.

Sistem ini membentuk hierarki. Dalam esensi eklesiologi dari istilah tersebut, “hierarki” berarti “tatanan suci” dari Gereja. Jenjang kewenangan dalam Gereja Katolik cukup panjang yang secara vertikal dianggap sebagai kepanjangan dari kewenangan para rasul dua belas.

Struktur kepemimpinan (hirarki) dalam Gereja

Katolik saat ini terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, para imam dan diakon sebagai pembantu uskup.

Dewan Para Uskup yang dipimpin oleh Paus

Dewan para uskup menggantikan dewan para rasul yang berjumlah dua belas. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup karena diterima ke dalam dewan itu. Itulah tahbisan Uskup. Mengingat sifat kolegial ini, tahbisan uskup selalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam dewan para uskup (LG 21).

Uskup

Uskup adalah sebuah jabatan suci yang diberikan kepada seseorang yang telah menerima sakramen tahbisan tingkat ketiga. Paus adalah juga seorang uskup (Uskup Roma yang berkedudukan di Vatikan).

Paus adalah ketua dewan para uskup. Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri juga pemersatu bagi seluruh Gereja.Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat.

Imam

Imam adalah seorang yang ditahbiskan oleh Uskup atau menerima sakramen tahbisan tingkat kedua. Uskup memberikan kepercayaan dan kewenangan (fakultas) kepada para imam untuk bertindak dalam kesatuan dan searah dengan kebijakan uskupnya.

Sebutan rasul dan imam, mungkin hanya berlaku dalam konteks Indonesia, karena rasul dalam teologi Islam justru berada di puncak posisi kewenangan, sedangkan imam yang juga merupakan kata serapan dari bahasa Arab secara etimologis dalam Islam Syiah justru mirip dengan rasul yang berjumlah dua belas dalam teologi Katolik.

Diakon

Pada tingkat hirarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan oleh Uskup dan menerima sakramen tahbisan tingkat pertama.

Para uskup mempunyai 2 macam pembantu, yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon). Bisa dikatakan juga diakon sebagai “pembantu dengan tugas terbatas”. Jadi diakon juga termasuk ke dalam anggota hirarki.

Seorang kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih Paus baru, bila ada seorang Paus yang meninggal. Sejarah awalnya, karena Paus adalah Uskup Roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya pastor-pastor dari gereja-gereja “utama” (cardinalis).

Dewasa ini para kardinal dipilih dan diangkat langsung oleh Paus dari uskup-uskup seluruh dunia. Lama kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Sejak abad ke 13 warna pakaian khas adalah merah lembayung.

Kardinal bukan jabatan hirarkis dan tidak termasuk struktur hirarkis. Jabatannya sebagai Uskup lah yang merupakan jabatan hirarkis dan masuk dalam struktur hirarki. Para Uskup yang dipilih oleh Paus sebagai Kardinal kemudian membentuk suatu Dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi sebanyak 120 orang dan di bawah usia 80 tahun.

Semetara di belahan lain dunia lslam setiap hari puluhan ribu Muslim antri berdesak-desakkan menziarahi makam suci Imam Ali dan setiap tahun sekitar 20 juta Muslim Syiah dari seluruh penjuru dunia melalukan ritus long march ke Karbala demi memperbarui ikrar cinta dan kepatuhan Al-Husain cucu tersayang Nabi SAW yang dibantai oleh masyarakat yang mengaku umatnya pada 10 Muharam.

Inilah umat Islam Syiah. Teologinya berdiri menjulang berkat karya-karya besar dalam beragam ilmu. Jutaan pejuang, kesatria dan pahlawan telah menorehkan eposnya demi mengharumkan nama dengan pusaka suci ini

Hieraki Otoritas Agama dalam Syiah

Dalam Syiah proses menjadi mulla (ulama) tidak mudah dan harus melalui jenjang yang berliku. Salah satunya adalah sertifikat dan liseni ijtihad.

Pemberian lisensi ijtihad atau ijazah al-ijtihad adalah sebuah pola tradisional yang bisa dianggap sebagai satu-satunya sertifikat akademik tertinggi yang diakui di seluruh hawzah. Disebutkan bahwa pemberian lisensi ini didasarkan pada kualifikasi dan kapabilitas intelektual dengan mempertimbangkan tingkat spiritualitas.

Pemberian lisensi kemujtahidan meliputi tiga kategori sebagai berikut:

1. Pemberi lisensi. Biasanya pemberi lisensi adalah para fakih (fukaha) terkenal di lingkungan hawzah. Tingkat kualifikasi dan kredibilitas masing-masing pemberi ijazah akan sangat menentukan bobot dan kualitas ijazah yang diberikan.

2. Penerima lisensi. ia adalah siswa atau seseorang yang selama beberapa tahun dikenal oleh pemberi ijazah berprestasi secara intelektual dan moral, dengan kata lain dikenal a’lam. Kadang kala demi alasan penyempurnaan dan pengukuhan, ia menjalani ujian tulis dan lisan.

Konten ijazah juga berbeda-beda. Ada yang berisikan kesaksian akan kemujtahidan seseorang saja, ada pula yang berisikan rekomendasi tentang keunggulan seseorang sebagai mujtahid. (Ibrahim Jannati, Adwar- e Fiqih, Kayhan, 1996.)

Secara umum otoritas keagamaan dalam masyarakat Muslim Syiah terbentuk dalam jenjang sebagai berikut :

Mujtahid

Mujtahid adalah mukallaf yang mencurahkan tenaga dan jerih payah dengan cara-cara legal secara rasional dan konvensional guna menghasilkan sebuah dalil atas hukum dan fatwa berdasarkan sumber-sumber ijtihad.

Ada dua macam mujtahid, mujathid kulli (universal), yaitu seseorang yang ijtihadnya meliputi semua bidang hukum zhanni; dan mujathid juz’i atau mutajazzi (partikular), yaitu seseorang yang ijtihadnya hanya meliputi sebagian bidang hukum zhanni.

Marja’

Mujathid kulli (muthlaq) bermacam dua; mujtahid yang tidak ditaqlid; dan mujathid yang ditaqlid, yaitu dijadikan sebagai rujukan dalam masalah-masalah hukum dhanni. Dengan demikian, jelaslah bahwa perbedaan antara mujathid (baca: mujtahid kulli) dan marja’ tierletak pada ada dan tidaknya seseorang yang menjadi muqallidnya. Memang ada sejumlah syarat tambahan bagi mujtahid yang menjadi marja’, seperti a’lamiyah dan laki-laki, menurut pendapat yang populer. Dialah marja’.

Umumnya, seseorang yang telah mencapai peringkat ijtihad (mujtahid, fakih) secara alami, tanpa proses wisuda resmi, diberi gelar Ayatullah. Namun ada pula yang masih menyandang gelar Hujjatul-Islam wal-Muslimin. Mujtahid yang telah ditaqlid biasanya diberi gelar Ayatullah uzhma. Ada pula mujtahid yang menyandang gelar tambahan dan bersifat monumental karena kepakarannya dalam bidang selain fikih, seperti Allamah untuk Ayatullah Muhammad Husain Thabathaba’i karena penguasaannya yang istimewa dan tak tertandingi dalam bidang tafsir dan filsafat; Ayatullah Murtadha Muthahhari, yang digelari “ustad” (profesor) karena pemikirannya yang amat luas dan multidimensional, dan gelar Muhaqqiq yang diberikan kepada Ayatullah Murtadha al-Askari karena keahliannnya yang unik dalam studi sejarah Islam. Di atas itu semua, gelar Imam, yang semula hanya diberikan kepada maksum dari Ahlulbait, diberikan secara simbolik kepada Ayatullah Uzhma Ruhullah al-Musawi Al-Khomeini.

Namun, pemberian gelar akhir-akhir ini juga berlaku atas ulama-ulama atau para kandidat mujtahid. Mujtahid mutajazzi’ biasanya dianugerahi gelar Hujjatul-Islam wal-Muslimin. Sedangkan muhtath atau kandidat mujtahid diberi gelar Hujjatul-Islam. Yang menarik ialah para pelajar agama di hawzah-hawzah, terutama yang telah mengikuti jenjang atas pendidikan fikih dan ushul (bahts al-kharij) yang lazim diasuh oleh mujtahid kenamaan atau bahkan marja’ diberi gelar Tsiqatul-Islam.

Lalu coba berpikirlah lebih tenang dan bandingkan dengan hiruk pikuk kegaduhan lomba klaim otoritas tanpa standar kompetensi di luar sana. Intoleransi ekstra dan intra penganutnya justru diagungkan sebagai citra keagungan dan bukti kebenaran.

Read more