LARANGAN MENGANIAYA DALAM RUMAHTANGGA
Tadi seorang teman yang menganggap saya ustadz menyapa saya lalu terjadilah chat sebagai berikut
"Ustadz, apakah dalam al-Quran terdapat kata "pukullah" atas isteri?"
"Ya, ada."
"Apa mungkin maksudnya, bukan pemukulan fisik?"
"Tidak. Arti primernya adalah pemukulan secara fisik."
"Lalu bagaimana memahami ayat itu dalam konteks KDRT?"
Rupanya dia rada terkejut atau kecewa karena mungkin jawaban saya seolah terkesan tidak toleran dan tidak sesuai suara lantang sebagian orang yang menganggap pemukulan sebagai kekerasan. Supaya tidak salah paham, saya lanjutkan dengan penjelasan di bawah ini:
Beberapa pihak berusaha memberikan makna "dharb" untuk meninggalkan dan lainnya demi menghindari makna msmukul karena mengira memukul berkonotasi kekerasan. Tapi konteks ayat 34 dalam surah An-Nisa' itu mengarah kepada makna pemukulan
Memukul pada dasarnya bebas nilai. Ia menjadi bernilai baik atau buruk bila dikaitkan dengan subjek, objek, tujuan, motif, media (sarana), cara, tahapan dan beberapa variable elemen yang menyertainya.
Memukul tak selalu bermakna kekerasan yang terlanjur dipahami secara salah kaprah sebagai penganiayaan atau penindasan. Represi dan sanksi bahkan sampai hukuman mati (yang juga bisa dianggap sebagai kekerasan) juga angkat senjata karena diserang atau dijajah justru merupakan bagian dari penegakan keadilan. Artinya, kekerasan yang didasarkan pada nilai keadilan dan tujuan edukasi guna memberikan efek jera dengan memperhatikan batas-batas rasional dan moral yang diterima secara umum bukanlah kejahatan.
Tidak pernah ada ketidakadilan dalam Al-Qur'an yang Mulia, baik terhadap laki-laki maupun perempuan, karena setiap orang diberikan oleh Allah Yang Maha Agung, haknya dan dibebankan kepadanya tanggung jawab, dan di antara hak-hak suami atas istri.
Tetapi jika istri tidak menjalankan hak ini dan melakukan pelanggaran dan tidak memberikan suaminya apa yang dia inginkan dari hubungan seksual tanpa alasan logis untuk itu, maka pelanggaran ini akan menghasilkan ketentuan hukum, beberapa di antaranya disebutkan dalam ayat mulia tersebut di atas, termasuk pemukulan dengan cara yang disebutkan dalam kitab-kitab fiqih.
Jadi hukum agama sama sekali tidak mengizinkan pemukulan secara mutlak alias tanpa syarat, melainkan pemukulan dengan cara khusus dan untuk alasan yang spesifik dan ditentukan secara hukum, yaitu ketidaktaatan dan tidak terpenuhinya hak pemenuhan seksual, setelah dua tahap upaya sebelumnya - nasihat dan dihindari.
Diperbolehkannya memukul dalam ayat tersebut berlaku bila isteri menunjukkan perlawanan atau mengingkari posisi suami sebagai nahkoda bahkan hendak mengambil atau menundukkannya setelah teguran dan isolasi tak memberikan hasil positif.
Meski demikian, pemukulan diperboleh bila tidak menyebabkan merah juga memar apalagi lebam dan mencederai dan dilakukan pada bagian tubuh vital. Bila itu dilakukan, justru isteri bisa melaporkannya sebagai penganiayaan.
Hal lain yang perlu diperhatikan, pemukulan super ringan ini juga merupakan tahap ketiga yang disusul kemudian dengan mediasi oleh dua orang yang mewakili keluarga isteri dan keluarga suami. Artinya, pemukulan hanyalah upaya maksikum menghindari perceraian dan bukanlah tindakan awal yang boleh dilakukan setiap kali terjadi pertengkaran.
Singkatnya, ada beberapa tahap langkah yang harus diambil oleh suami bila isteri secara sadar melakukan pembangkangan terkait hak dan kewajiban. Tiga tahap itu adalah menasehati isteri secara lembut, lalu pisah ranjang, kemudiann memukulnya dengan pukulan yang tidak menyakitkan dan pada area-area yang tidak vital.
Masalahnya, pemukulan yang kerap terjadi dalam rumahtangga oleh suami dilakukan karena penindasan dan bertujuan melemahkan, menundukkan hingga melukai bahkan mengakhiri hidupnya. Karena kasus-kasus itulah, banyak orang keburu menganggap pemukulan hanya bermakna kekerasan dan kejahatan.
Di atas semua itu, bersabar atas perilaku buruk isteri atau suami juga merupakan cara efektif menghindari kehancuran rumahtangga. Kesabaran yang berarti bersikap tenang mendorong pihak lain untuk merenung dam melakukan introspeksi. Karena itu Allah berfirman, "Dan hiduplah bersama mereka dengan cara yang baik." (QS. an-Nisa' 19). Dalam ayat lain Allah berfirman, "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang." (QS. Ar-Rum : 21).