Skip to main content

Kata “mantan” identik dengan pasangan yang terdepak atau didepak. Tulisan ini membahas “mantan penganut” yang sering kali menyudutkan keyakinan yang tak lagi dianutnya.
Sebagian orang berganti keyakinan karena nikah dengan pasangan beda keyakinan, menggenjot popularitas di tengah publik yang berbeda keyakinan atau faktor2 yang tak berhubungan dengan ajarannya. Tidak sedikit fakta yang mengungkap alasan kepindahan adalah mencari pengakuan sosial karena dianggap sebagai “persona non grata” di komunitas keyakinan sebelumnya.
Bertambahnya penganut baru bukan parameter ajek kesadaran positif dan indikator pasti membaiknya citra keyakinan. Justru penganut baru yang bermasalah bisa menimbulkan persoalan baru. Tidak tertutup kemungkinan adanya tendensi2 terselubung di baliknya.
Selain itu, boleh jadi jumlah yang meninggalkannya secara eksplisit dan implisit (akibat kekecewaan terhadap prilaku dan sikap pemuka-pemukanya) sebanding dengan jumlah yang baru masuk.
Pindah keyakinan saat ini bukanlah sesuatu yang kolosal. Biasa saja. Nyaris seperti rotasi..
Kini bahkan banyak orang meninggalkan semua agama dan mengklaim sebagai agnostik atau deis karena lelah dengan kebisikan dan kebencian berkedok agama. Harus diakui, sebagian sikap agamawan berkontribusi dalam bertambahnya jumlah orang yang eksodus dari agama.
Memilih keyakinan adalah hak asasi setiap orang, tapi menyudutkan keyakinan yang ditingggalkannya dengan manipulasi dan provokasi hanya menamban tensi ketegangan sektarian.
Bila ada mantan Kristen, tidak berarti tidak ada mantan Muslim. Perpindahan keyakinan tidak perlu diekspos sebagai keunggulan.
Enjoy your faith!