Skip to main content

MASYARAKAT PALSU

By May 3, 2017No Comments

Fenomena sosial yang terlalu ironik tak bisa dideskripsikan, karena kita berada di dalamnya, sadar atau tidak.

Setiap fenomena sosial yang ironik adalah aumulasi dari rekayasa mereka yang menghendakinya demi tujuan-tujuan tertentu dan pembiaran orang-orang yang tidak menghendakinya namun tidak berinsiasi untuk mengatisipasinya.

Orang jadi buta huruf, kelaparan, hidup di bawah garis kemiskinan dan lainnya karena pembiaran sosial, sadar atau tidak.

Ketika “kita” dalam sebuah masyarakat pudar, yang tersisa adalah deretan “aku”.

Masyarakat bukanlah kumpulan “aku” tapi satu “aku” alias “kita”.

Ketika setiap individu tak membatasi ruang dirinya, maka hilanglah ruang individu lain. Itulah masyarakat palsu.

Dalam unit sosial yang sakit, kadang kemampuan prima dan skill menonjol dianggap sebagai “gangguan”.

Dalam unit sosial yang sakit, kadang pandangan dan sikap rasional yang terlihat tegas dianggap sebagai resistensi.

Dalam unit sosial yang sakit kadang sikap ambivalen dianggap sebagai keluwesan dan keramahan.

Dalam unit sosial yang sakit, prilaku oportunis dianggap sebagai kecerdasan mencari peluang.

Dalam unit sosial yang sakit kepatuhan dijejalkan, tidak disadari.

Dalam unit sosial yang sakit kreativitas dianggap sebagai kehendak dominasi.

Dalam unit sosial yang sakit norma diganti dengan negosiasi.

Dalam unit sosial yang sakit hanya ada kumpulan “aku” (kami) dan kumpulan “dia” (mereka).

Dalam unit sosial yang sakit berargumen secara sistematik berarti ‘banyak bacot”.

Dalam unit sosial yang sakit diterima secara luas berarti benar.

Dalam unit sosial yang sakit “relijius” berarti menolak yang berbeda.

Dalam unit sosial yang sakit menerima pendapat orang lain berarti merendahkan diri.

Dalam unit sosial yang sakit perbuatan salah hanyalah yang ditemukan.

Dalam unit sosial yang sakit inisiasi rintisan berarti “sok pinter”.

Dalam unit sosial yang sakit ucapan kasar dan caci adalah cermin ketegasan dan keberanian.

Dalam unit sosial yang sakit hiruk pikuk dan hatespeech adalah pengganti dialog.

Dalam unit sosial yang sakit menyampaikan aspirasi berarti memaki dan merusak.

Dalam unit sosial yang sakit suara keras dan agresivitas lebih manjur dari ilmu.

 

Baca juga: 

Agama dan Masyarakat

Mendirikan Masyarakat Islam