"MELEK PRIORITAS"

"MELEK PRIORITAS"
Photo by Unsplash.com

"MELEK PRIORITAS"

Kemarin saya bertabarruk dengan sowan dan bersilaturahmi kepada Hojjatul Islam wal Muslimin DR. Abdoel Majeed Hakim Ilahi.

Beliau memberikan arahan-arahan terkait banyak hal yang sangat penting.

Di sela-sela pengarahan itu, ulama yang menyandang gelar doktor dari sebuah universitas di Inggris ini menceritakan aneka pengalaman dakwahnya di banyak negara.

Direktur ICC itu menceritakan tentang temannya yang menjadi pengusaha sukses dan pengacara terkemuka.

Pengusaha Iran yang tinggal di Kanada itu melakukan inisiasi langka, mulia dan brilian.

Dia menyumbangkan alat deteksi potensi kelainan dan cacat kronis benih janin (embrio) sebelum bernyawa.

Berkat alat yang sangat mahal ini, pencegahan kehamilan tanpa aborsi dapat dilakukan.

Beliau menceritakan itu sebagai contoh dan bukti pentingnya "melek prioritas". Banyak dermawan Muslim yang akibat "rabun prioritas", berpandangan sempit dengan membatasi makna menyumbang dan berderma dalam pembangunan masjid dan panti asuhan yatim semata.

Salah satu bidang vital juga tidak menguras biaya besar namun tidak mendapatkan perhatian sepadan adalah pengadaan dan pendanaan media online untuk tujuan nirlaba keagamaan dan kemanusiaan.

Kebaikan yang dihadirkan berupa semen dan pasir yang ditumpuk menjadi tempat ibadah atau sekolah agama dianggap lebih penting dari pengadaan dan penguatan media online yang menyebarkan berita dan opini toleransi antar umat dan antar bangsa dengan jangkauan sangat luas.

Begitu banyak uang dikeluarkan oleh setiap orang untuk membeli pulsa internet dan menjadi pelanggan penyedia koneksi internet hanya untuk sekadar ngobrol. Sementara kesadaran untuk patungan dengan uang yang sedikit membangun dan menguatkan media online nirlaba sangat kecil, bahkan mungkin belum ada.

Banyak bidang kebaikan sosial lainnya yang perlu mendapatkan perhatian serius, seperti investasi SDM dalam pelbagai bidang keahlian melalui pemberian beasiswa dalam segala jenjang untuk anak-anak cerdas dari keluarga tak mampu.

Read more