Bukan rahasia bahwa ekstremisme dan kelompok intoleran “dirawat” sebagai alat politik rezim-rezim despotik sebagai bagian dari strategi destabilsasi.
Diskriminasi terhadap minoritas terkesan dibiarkan dan hate speech tidak ditindak karena sewaktu-waktu sektarianisme bisa dijaminkan untuk tujuan politik.
Sebagian orang yang pro toleransi sibuk menyoroti ekstremisme dan intoleransi tapi tidak memperjelas sosok faktual ekstremis dan intoleran.
Sebagian yang pro toleransi sibuk menyoroti kelompok-kelompok ekstremis dan figur-figur intoleran tapi tidak menyingkap pola pandang, dan ciri-ciri pemikirannya.
Toleran sejati rela mengkritik eksteemisme dan irrasiionalitas dalam kelompok sendiri dan mengapresiasi pandangan tokoh-tokoh kelompok lain.
Sebagian yang pro toleransi sibuk menyoroti kelompok-kelompok ekstremis dan figur-figur intoleran tapi tidak menyingkap pola pandang dan ciri-ciri pemikirannya.
Ingin sadis juga terlihat benar? Gunakan Tuhan, agama dan mazhab sebagai dalih.
Ingin mengintimidasi juga merasa berpahala? Pakailah fatwa sesat!
Anda korupsi? Lebih aman daripada disesatkan.
Ingin korban dijadikan pelaku? Tajulkan!
Syiahkan dia. Selanjutnya anda bebas menolak apapun ucapannya. Kalau menurut anda keterangannya benar, jangan panik. Katakan dia taqiyah.
Anda mungkin dibiarkan masuk mushala hanya untuk istirahat dan tidak shalat. Tapi anda belum tentu diizinkan shalat dengan cara mazhab yang disesatkan.
Beri dia stigma “Syiah” dulu, selanjutnya semua dusta Jadi sah dan fitnah halal juga berpahala bila ditimpakan atasnya.
Bila sudah dikafirkan, semua beres, fakta benderang pun takkan mampu menyelematkan posisinya.
Sesekali tulislah sesuatu tentang selain urusanmu untuk sekedar berempati dengan orang-orang sekeyakinan namun disesatkan, dikucilkan dan diintimidasi.
Sesekali tulislah tentang sesuatu yang nyata dialami manusia-manusia seperti dirimu tapi hak mereka untuk ceria dirampas.
Sesekali sadarlah bahwa hidup tak hanya angan-angan manismu tapi juga kenyataan getir orang-orang sepertimu.
Lebih baik mengajak daripada memerintahkan.
Lebih baik menawarkan perspektif lain daripada menyalahkan.
Lebih baik diskusi daripada mengajari.
Lebih baik klarifikasi daripada penghakiman in absentia.
Lebih baik berargumentasi dari truth claim.
Lebih baik memulai tanggapan dengan “bila” dan kata lain semaknanya daripada “berarti..” dan kata searti lainnya.