Bila sebuah masyarat yang menganut aneka agama diatur dengan satu agama (apalagi satu paham), berarti penganut agama-agama lain dipaksa menanggalkan agama mereka.
Masyarakat yang menganut aneka agama bisa mematuhi aturan yang mengakomodasi agama mereka. Itulah konstitusi yang dibangun di atas prinsip-prinsip yang diterima semua agama.
Karena semua agama meyakini ketuhanan, maka sepantasnya ke
tuhanan menjadi pilar utama konstitusi dalam negara yang warganya menganut ragam agama.Bila sebuah kelompok ingin menjadikan agamanya sebagai aturan dalam masyarakat majemuk, yang patut dilakukannya adalah menempuh mekanisme legislasi.
Melalui legislasi, hukum-hukum dalam agama bisa diberlakukan atas semua warga yang majemuk sebagai konstitusi-konstitusi, bukan sebagai agama yang mengikat penganutnya.
Perlu dibedakan agama yang mengikat penganutnya dengan konstitusi yang bersumber dari agama. Di Iran, konstitusi dipengaruhi agama mayoritas melalui legislasi.
Agar bisa melakukan legislasi termasuk mengubah pasal-pasal dalam UU sesuai agamanya, kelompok yang ingin agamanya menjadi aturan yang berlaku atas setiap warga negara meski berbeda agama, harus mendominasi suara di parlemen.
Agar mendominasi suara di parlemen, kelompok tersebut harus memperoleh akseptabilitas dari mayoritas warga melalui mekanisme yang konstitusional.
Demi memperoleh itu, kelompok tersebut harus menjadi partai pemenang dalam pileg.
Bila terbukti tidak mampu menjadi pemenang dalam pileg, harus legawa dan berbenah atau menerima keragaman sebagai fakta.
Bila tidak diterima oleh warga, tak perlu menempuh cara-cara inkonstitusional seperti pemaksaan dan lainnya sebagai ganti dari perjuangan melalui konstestasi politik.