Karena masyarakat Indonesia menganut aneka agama, maka satu agama (apalagi banyak kelompok, mazhab dan perspektig di dalamnya) tidak bisa dijadikan dasar bernegara dan berbangsa. Memaksakan itu berarti menghendaki negara dan bangsa ini bubar. Membiarkan potensi kehancuran ini berarti menyianyiakan karunia mozaik indah ini.
Menerima realitas keragaman ini sama sekali tidak bertentangan dengan komitmen keyakinan terhadap agama sebagai sistem nilai. Agama ini dihadirkan untuk menata dan membangun masyarakat Islam, bukan negara Islam. Apalah arti “negara Islam” bila masyarakat Islam tidak terbangun.
Daripada berangan-angan mendirikan negara diatas dasar satu agama dan menuntut itu, lebih baik energi dan semangat itu disalurkan untuk memperlihatkan prilaku baik dan sikap toleran yang bisa menjadi pesona bagi penganut agama lain untuk mempelajari dan mungkin menganutnya.
Yang lebih penting dari mendirikan negara Islam adalah mendirikan masyarakat Islam, menegakkan nilai2 Islam dalam pandangan, sikap dan prilaku. Tanpa itu, “negara agama” adalah rezim despotik segelintir orang yang menancapkan dominasi atas nama Tuhan.