Menteri Tak Berjilbab, Anggota Dewan Kuwait Walk Out

Menteri Tak Berjilbab, Anggota Dewan Kuwait Walk Out
Photo by Unsplash.com

Faksi garis keras di parlemen Kuwait walk out (WO) sebagai bentuk protes terhadap dua perempuan anggota kabinet yang dilantik tanpa penutup kepala.

Sembilan pria langsung keluar dari ruang sidang setelah sejumlah anggota parlemen dan menteri kabinet diambil sumpah. Mereka baru kembali setelah kedua perempuan itu, Modhi al-Homoud dan Nouria al-Subeih, selesai bersumpah. Tak satu pun dari kedua perempuan itu yang mengenakan jubah panjang atau menutup rambut mereka.

Kabinet baru itu dibentuk setelah penguasa Kuwait membubarkan parlemen dan memerintahkan pemilu baru yang telah digelar pada 17 Mei lalu. Namun, hubungan kabinet dan badan legislatif beranggota 50 orang itu pecah.

Konflik di antara kedua badan pemerintah itu sudah diperkirakan sebelumnya, ketika 24 anggota kelompok garis keras hasil pemilu itu berupaya menerapkan syariat Islam di parlemen. Tak satu pun perempuan yang berhasil merebut kursi parlemen sejak mereka mendapatkan hak pilih pada 2005. Namun, perdana menteri telah memilih dua perempuan dalam kabinet baru itu.

Al-Hamoud, Menteri Perumahan dan Pembangunan, menolak upaya kelompok garis keras yang masih tersisa di ruangan untuk menyuruhnya turun panggung ketika membaca sumpah. Saat itu ia mengenakan rok yang memperlihatkan sebagian kakinya. Sementara itu, Al-Subeih, Menteri Pendidikan, berpakaian lebih konservatif meski tidak mengenakan kerudung dan tidak diinterupsi.

Anggota parlemen, Jamaan al-Hirbish, mengatakan, semula ia ingin mengajukan syarat karena kedua perempuan itu melanggar hukum yang disahkan kaum konservatif pada 2005, yaitu mewajibkan politisi perempuan harus mematuhi hukum Islam. Sebagian besar perempuan Kuwait mengenakan kerudung dan baju panjang. Tidak seperti di Arab Saudi, busana semacam itu tidak menjadi kewajiban di Kuwait.

Tiga di antara anggota dewan yang walk out itu juga memprotes PM Sheik Nasser Al Mohammed Al Sabah yang membagi porsi para menterinya berdasarkan kuota kesukuan, bukan berdasarkan efisiensi dan kejujuran.

Uniknya, protes itu dilancarkan kurang dari sejam setelah emir Kuwait, Sheik Sabah Al Ahmed Al Sabah, menyerukan kerja sama kedua lembaga pemerintahan itu. Seolah mengancam, Sheik Sabah mengatakan akan menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi dan melindungi negara dari kekeliruan. Itu pernah dia buktikan dengan dua kali membubarkan parlemen. (Kompas, Senin, 2 Juni 2008 | 05:38 WIB)

Read more