Skip to main content

Mertua adalah sebutan dalam hubungan/sistem kekerabatan yang merunjuk pada orang tua istri atau suami. Selain merujuk pada ayah mertua dan ibu mertua juga dapat merujuk pada kakek atau nenek mertua. Lawan dari kata mertua adalah menantu.

Ibu mertua adalah ibu kandung dari suami dilihat dari istri. Ibu mertua bersama dengan ayah mertua merupakan orang tua dari pasangan suami atau istri. Dan dalam keluarga inti orang tua dari suami yang disebut sebagai keluarga mertua. Dua orang wanita yang menjadi ibu dari seorang anak, keduanya tetap disebut ibu mertua, jika terhadap cucu juga tetap disebut nenek.

Dalam rumahtangga (suami, isteri dan anak), mertua bukanlah anggota utama karena pernikahan dilakukan oleh dua individu tak sedarah alias asing dan karena ibu dan ayah suami pada dasarnya bukanlah ibu dan ayah bagi isteri, dan demikian pula sebaliknya.

Mertua kerap diangggap sebagai salah satu faktor kerekatan bahkan keruntuhan institusi rumah tangga. Suami juga isteri sering kali menghadapi dilema berat antara menyenangkan orang tuanya, yang dianggap menyenangkan Tuhan, dan menyenangkan istri atau suami yang mungkin menghalanginya menyenangkan orangtuanya, mertua pasangan.

Ada banyak masalah antara pasangan karena orang tua (mertua). Yang terpenting adalah sebagai berikut:

Kasus pertama : Suami merawat terhadap orang tua dan penentangan isteri

Ketika ayah atau ibu mulai menua dan melemah, mereka memerlukan anak di samping, terutama bila mengidap penyakit serius yang membutuhkan perawatan intensif. Suami berusaha meyakinkan istrinya untuk menerima orang tuanya tinggal bersamanya, namun menolaknya karena pernah berselisih dengan mereka atau salah satunya saat hidup serumah atau karena ingin hidup mandiri dalam rumah tangga tanpa pesaing dan pemeran utama lain.

Kadang sikap istri benar saat orang tua yang dihadapinya pemarah, cerewet dan keras kepala bahkan berkarakter buruk. tetapi itu tidak mencegah pasangan untuk mencoba mengatasinya dan beradaptasi dengan situasi buruk itu karena cintanya kepada pasanganya dan selalu menyerah. Ringkasnya, isteri menolak untuk tinggal dengan oang tua suami atau salah satunya bersamanya di rumah.

Isteri berhak atas tempat sendiri tanpa ada yang berselisih dengannya. Lalu apa yang mesti dilakukan suami? Mengusir orang tua yang membutuhkannya? Menceraikan strinya? Memaksanya untuk menerima orang tuanya di rumahnya?

Yang benar adalah bahwa suami harus mencari cara yang bisa meyakinkan istri bahwa dia akan menjaga dan membalas jasa baiknya sepanjang hidupnya bila menerima orang tua dan keluarganyam

Jika bersikeras menolak, dia harus, dalam situasi seperti ini, mencari rumah yang berdekatan dengan rumahnya dan menyewakannya untuk orang tuanya sehingga mereka dekat dengannya, dan menugaskan seorang pembantu untuk tinggal bersama mereka untuk mengurus urusan mereka.

Tetapi jika suami tidak memiliki kemampuan finansial yang memenuhi syarat untuk menerapkan opsi tersebut, apa yang harus dia lakukan? Ketika dia harus memilih mengabaikan orangtua yang lemah atau meninggalkan isteri yang tak menerima kehadiran mertua, apa yang harus dilakukan?

Dalam situasi demikian, tidak ada ruang baginya selain mengambil keputusan sangat pahit, yaitu memilih merawat orangtua, karena Tuhan Yang Maha Esa memerintahkannya meraih keridhaan (kepuasan) mereka meskipun dia tidak menginginkan itu.

Suami layak memberi dua opsi kepada isteri, yaitu bersabar hidup dengan dan dekat dengan mertua yang lemah dan sakit atau hidup tanpa mereka. Bila memilih menolak, maka isteri dianggap memilih cerai. Dalam situasi demikian, isteri meminta cerai, bukan diceraikan suami. Karena telah menggunakan segala cara dan berusaha maksimal untuk meyakinkan isteri untuk menghimpun pahala dengan menerima orang tuanya yang lemah dan sakit, namun gagal, maka ia tak dipersalahkan secara moral dan hukum.

Ketika harus memilih antara menyenangkan orangtuanya yang memerlukan bantuannya, yang tentu mengundang ridha Allah dan membuat mereka kecewa demi menyenangkan istrinya, maka seorang beriman tidak merasa perlu malu untuk memilih kerelaan Allah sebagai dampak dari kerelaan orang tuanya, meski membuat istrinya marah dan mungkin mengakibatkan perceraian.

Namun, dalam situasi yang berbeda, bila isteri menolak kehadiran mertua bukan karena egoisme dan alasan tak logis lainnya namun karena fakta kezaliman yang mengakibatkan bahaya nyata terhadap keselematan, kesehatan dan ketenangannya di luar batas yang tidak bisa ditoleransi juga menciptakan konflik berkelanjutan dalam rumah tangga dan memilih meminta cerai, maka ia tidak dipersalahkan secara moral dan hukum.

Ketika suami memiliih merawat kedua orangtuanya yang lemah dan sakit demi meraih kerelaan Allah (meski menurut isteri berlaku zalim terhadapnya di luar batas kesabaran) dan isteri memilih diceraikan demi menghindari bahaya atas keselamatan dan kesehatannya, maka perceraian menjadi solusi logis dan keduanya tidak dipersalahkan atas perceraian tersebut meski tetap saja pahit.

Untungnya, dalam banyak kasus konflik akibat perhatian suami kepada orang tua (mertua), setelah merenungkan dengan tenang alasan tulus suami meraih kerelaan Allah di balik sikapnya, bukan demi menomerduakan isteri dalam rumahtangga atau mengurangi haknya, isteri kerap sadar bahwa tindakan suami semata-mata karena kepatuhan kepada Allah dan keputusan itu karena tuntutan situasi darurat, dan akhirnya mencabut permohonan cerai.

Kasus kedua : Perselisihan antara isteri dan orang tua suami (mertua) atau antara suami dan orang tua isteri (mertua).

Bersambung….