Skip to main content

Mewaspadai Perancis

By November 12, 20112 Comments

 france_israel.jpg

Behrooz Kamalvandi

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia di Jakarta

Republika, Opini, Kamis, 27 September 2007

Beberapa hari yang lalu Menteri Luar Negeri Prancis, Bernard Kouchner, melontarkan pernyataan yang membuat masyarakat dunia terkejut. Ia mengatakan, “untuk menangani Iran, Prancis mesti siap menerima kemungkinan terburuk”. Ketika wartawan menanyakan kepadanya tentang apa yang dimaksud dengan kemungkinan terburuk, Menlu Perancis itu menjawab perang.

Pernyataan ini membuat munculnya serangkaian kecaman, bukan hanya di Iran tetapi di berbagai negara lain, termasuk Prancis sendiri. Walaupun setelah melontarkan pernyataan itu Kouchner dan para penghuni Ellyse berusaha untuk merevesi pernyataan tersebut, tetapi pernyataan Menlu Perancis ini menjadi kesempatan bagi terbuka-lebarnya niat sesungguhnya beberapa negara dunia terhadap berbagai masalah dunia. Pernyataan ini pun menunjukkan kosongnya klaim negara-negara ini terhadap berbagai isu, antara lain, isu HAM dan pencinta damai, serta membuat semua klaim itu menghadapi tanda tanya besar.

Masyarakat dunia setiap hari menyaksikan pembunuhan perempuan, anak-anak, serta warga sipil di Irak dan Afghanistan di layar TV. Di saat yang sama, setelah terbunuhnya ratusan ribu jiwa akibat politik perang AS, kawasan tersebut masih dihantui nasib yang tidak jelas. Persoalan menjadi tambah ruwet karena Menlu Prancis mendahului pejabat militer negaranya dan menyerukan mulainya perang baru dengan tujuan menyenangkan pendukung Zionisnya supaya tetap berada pada ajang kekuatan politik dengan mengunakan lobi Zionis.

Hal yang harus diperhatikan adalah berlangsungnya keinginan berperang ini bersamaan dengan laporan positif IAEA tentang aktivitas nuklir Iran yang damai. Sedangkan Menlu Perancis, untuk menyelasaikan isu nuklir Iran, siap mengunakan caranya sendiri, yaitu mengabaikan hak wajar Iran sesuai dengan perjanjian internasional yang telah disetujui dalam kerangka NPT, dan memilih penggunaan kekuataan militer.


Tujuan damai

Ironisnya, secara bersamaan, yaitu pada sidang umum IAEA, negara ini pun memberikan suara abstain atas resolusi yang menyerukan rezim Zionis menjadi konsensus NPT. Suara abstain ini menunjukkan bahwa Prancis tidak berpendapat bahwa aktivitas nuklir Israel, rezim yang esensi adalah peperangan dan pendudukan telah terbukti untuk masyarakat international, berada di bawah pengawasan IAEA. Padahal, seperti yang telah dikatakan oleh pejabat Zionis, rezim yang tidak sah ini memiliki lebih dari 200 hulu ledak nuklir dan sampai sekarang masih mengembangkan arsenal nuklirnya.

Republik Islam Iran telah menyatakan berulangkali bahwa aktivitas nuklirnya bertujuan damai dan ini telah dibuktikan dalam berbagai laporan. Selain itu, Iran juga telah menangguhkan semua aktivitas nuklirnya selama 2.5 tahun serta menerima ratusan kali pemeriksaan biasa dan pemeriksaan mandadak, selain pemeriksaan terhadap fasilitas nuklirnya. Iran juga dengan suka rela membiarkan pemeriksaan berlangsung pada fasilitas militernya dan semua ini menunjukkan bahwa Iran telah memberikan lebih dari pada kewajibannya. IAEA pun berulangkali menegaskan aktivitas nuklir Iran bertujuan damai. Tetapi sayangnya niat baik ini dan semua kerjasa sama yang telah dijalankan oleh Iran dengan sengaja diabaikan supaya dengan demikian mereka dapat menekan Republik Islam Iran.

Hal penting yang tidak disinggung oleh media-media yang dikontrol oleh hegemoni dunia adalah penegasan IAEA yang berulangkali mengungkapkan bahwa tidak terdapat aktivitas pemerosesan ulang pada aktivitas nuklir Iran. Sedangkan alasan politik dan non-teknik atas pengajuan isu nuklir Iran kepada Dewan Gubernur dan DK-PBB adalah ketidakmampuan IAEA atas verifikasi pengalihan program nuklir Iran dan adanya aktivitas pemerosesan ulang. Sayangnya, pada masa yang lalu dan juga sekarang, hal ini diabaikan oleh propaganda AS dan Barat. Padahal jika dua hal tersebut diterima, maka tidak ada alasan untuk mengeluarkan resolusi yang tidak adil dan menambahkan sanksi terhadap Iran. Seperti diketahui, resolusi-resolusi tentang isu nuklir Iran di samping meminta penagguhan juga menyerukan berhentinya aktivitas pemerosesan ulang, yaitu aktivitas yang tidak pernah ada.

Kini sudah jelas untuk masyarakat internasional bahwa AS dan Barat menyikapi isu nuklir Iran dengan politik. Dan sayangnya, beberapa negara lain demi kepentingan sesaatnya atau untuk mendapatkan keuntungan mencoba untuk berpura-pura. Tetapi pengalaman yang terjadi sepanjang sejarah menunjukkan bahwa ketidakpedulian terhadap keadilan barisan kezaliman dan setelah penzalim menjadi lebih kokoh, kezaliman akan menimpa semuanya.

Sayangnya, akibat hegemoni beberapa negara, kerangka international yang kini berjalan bukan merupakan kerangka yang adil. Contohnya, kini Republik Islam Iran dengan tegas dan secara langsung diancam serangan militer oleh AS, Israel, dan akhir-akhir ini oleh Perancis. Iran menjadi tidak mempunyai harapan untuk mendapatkan keadilan atas kezaliman yang dialaminya melalui kerangka-kerangka internasional seperti DK-PBB. Bagaimana Iran dapat menyampaikan somasinya terhadap negara-negara anggota dewan ini sedangkan mereka sendiri yang menduduki kursi hakim?


Motif ekonomi

Prancis menggunakan energi nuklir lebih dari pada negara-nagara lain dan ekspor energi nuklir merupakan salah satu sumber pendapatan negara ini. Sayangnya, negara-negara Barat yang merupakan anggota DK-PBB memiliki porsi yang sangat besar atas produksi energi nuklir. Padahal, negara-negara ini berlawanan dengan apa yang diterimanya pada penjanjian NPT yang menyerukan pengurangan arsenal nuklir. Setiap hari mereka malah menambahkan senjata nuklir barunya. Prancis pun sama, negara ini sampai beberapa tahun belakangan ini tanpa mempedulikan opini publik masyarakat internasional dan opini bangsanya melakukan berbagai macam uji coba nuklir. Negara ini baru bisa berhenti untuk melakukan uji coba nuklir setelah uji coba lapangannya dan penelitian lainnya dapat dilakukan dengan simulasi komputer.

Ada pun negara lain yang statistika nuklirnya terbongkar belakangan ini membuat ketakutan di antara negara-negara pencinta damai di dunia. Negara itu adalah Inggris yang disebut-sebut memiliki lebih dari 100 ton plutonuim yang dapat menjadi bahan pokok lebih dari 17 ribu bom nuklir yang memiliki kekuatan yang sama dengan bom nuklir yang pernah meledak di Hiroshima. Salah satu hal yang terdapat dalam laporan IAEA terkini tentang aktivitas nuklir Iran adalah terbantahnya tuduhan AS dan beberapa negara Barat terhadap Iran tentang produksi plutonuim di Iran, karena laporan IAEA menyatakan bahwa Iran tidak memiliki aktivitas semacam itu.

Republik Islam Iran percaya bahwa senjata pemusnah masal karena unsur yang bertentangan dengan kemanusiaan dan pembunuhan luas terhadap rakyat yang tak berdosa bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Iran berkeyakinan bahwa senjata semacam itu tidak dapat membawa perdamaian dan keamanan untuk masyarakat internasional, karena, di luar pembahasan mengenai pihak mana yang memiliki senjata ini, senjata nuklir membuat sikap brutal manusia semakin berkembang.

Alhasil, Kouchner dan pendukungnya mempunyai dua keprihatinan yang membuat mereka menyerukan perang. Pertama, untuk dapat memenuhi permintaan rezim Zionis yang memiliki lobi yang kuat di Prancis dan beberapa pejabat Prancis yang terkini mempunyai hubungan dengan lobi-lobi tersebut. Kedua, Prancis yang memproduksi lebih dari 70 persen listriknya dari energi nuklir mempunyai pendapatan yang sangat besar atas ekspor energi listriknya. Dengan kata lain, mereka tidak ingin monopolinya atas produksi dan penjualan energi nuklir disingkirkan oleh negara yang tidak bersedia untuk mengikuti kebijakan politik mereka yang zalim. Untuk itu, agar tidak mengalami kerugian, mereka siap mengebom bangsa Iran dan bangsa lain dengan bom konvensional atau bom nuklir mereka.

Kewaspadaan bangsa Iran menjadi penghalang kezaliman dan ketidakadilan ini. Dengan bangkitnya berbagai bangsa di dunia, orang-orang yang zalim akan mengalami keadaan yang lebih rumit. Seperti hadis yang mengatakan bahwa pemerintahan kafir dapat berkuasa tetapi pemerintahan zalim pasti akan hancur.

Ikhtisar

– Kesiapan Prancis untuk menyerang Iran demi menghentikan aktivitas nuklir negara tersebut banyak dipengaruhi lobi Zionis.

– Selain dari beberapa negara, pernyataan kesiapan yang dikemukakan Menlu Prancis ini juga mengundang kecaman dari dalam negeri.

– Di samping lobi Zionis, kesiapan untuk menyerang Iran ini juga bernuansa ekonomi karena Prancis banyak menjual listrik yang dihasilkannya dari nuklir. (Republika, Opini, Kamis, 27 September 2007).