Skip to main content

Muhtada, Menjadi Miskin agar Dialektika Dunia Bergulir…

By July 11, 20097 Comments

png

Guratan-guratan wajahnya bisa dianggap etalase penderitaan. Meski jantungnya tidak normal, ia masih berusaha senyum. Ia adalah seorang lelaki yang ditinggal istrinya dan berusaha menjadi pelindung bagi anak-anaknya, yang perawan maupun yang kecil.

Orangnya cenderung menutup diri dan tidak mudah meminta bantuan. Ada yang yang bilang, dia merasa berhak menanggung derita itu karena masalalunya. Tapi itu tidak menghilangkan iba, malah meningkatkannya.

Dia dan keluarganya selalu berpindah dari penampungan ke rumah kontrakan ala kadarnya.

Karena derita panjang, sejumlah penyakit bersarang dalam tubuhnya, mulai dari jantung, liver dan lainnya. Saya tidak tahu persis. Yang jelas, relawan kemanusaiaan, bernama Hisam Sulaiman, salah satu friend di FB, telah menampung dan merawat orang-orang termarginalkan seperti dia. Tapi, karena Hisam dan teman-teman juga masih bisa dibilang semi miskin, sebagian tidak tertangani. Mas Ian, beberapa waktu lalu wafat di kontrakannya di Bekasi ujung karena penyakit jantung yang tidak bisa diobati karena biaya yang besar.

Kini, Muhtada terbaring di Rumah Sakit Budi Asih. Anak-anaknya kehabisan kata. Mereka pasti berdoa apalagi, ayahnya pengikut Ahlulbait, tapi jawaban Allah atas doanya tidak datang dari langit namun dari kalbu-kalbu di sekitarnya. Muhtada terlalu miskin dan dekil untuk dikenal oleh banyak orang.

Saat akan bertempur, Nabi mengumpulkan orang-orang miskin, cacat dan anak-anak yatim, lalu menoleh ke arah pasukannya seraya bersabda, “kemenangan, kesuksesan dan kekalahan serta kehancuran kalian semata-mata karena mereka” (seraya menunjuk orang-orang miskin itu).

Mereka akan selalu ada di tengah kita. Mereka dihadirkan untuk menjadi tempat kita mencari ridha Allah dan mengukur kepekaan dan mereload rasa kemanusiaan. Mereka menjadi miskin bukan karena tidak berupaya atau malas bekerja atau berjuang untuk bertahan hidup. Mereka menjadi miskin karena harus ada yang kaya dan miskin. Mereka mengambil opsi kedua agar dialetika dan dinamika dunia terus bergulir.

Beruntunglah mereka yang terus mencari orang yang memerlukan bantuan, tanpa perlu menunggu keluhan. Beruntunglah mereka yang terus menghidupkan Fathimah, Ali, Salman, Abu Zar dan Ammar dalam kehidupan tanpa hiruk pikuk pujian atau cemoohan…