"MOYANGISME"

Orang yang punya prestasi karena jerih payah dan kemampuan yang terverifikasi cukup percaya diri dan bermartabat.
Karena cukup percaya diri dan bermartabat, dia hadir dan bila perlu menegaskan kehadirannya di altar publik seraya bertanggungjawab sebagai dirinya sendiri di masa kini yang dialaminya.
Karena bertanggungjawab sebagai dirinya di masa kini yang dialaminya, dia tak merasa perlu melengkapi prasasti hidupnya dengan apa pun yang bukan prestasinya.
Dia berhak bangga atas karya dan semua prestasinya tanpa merasa perlu menyombongkannya. Tapi andai ingin menyombongkan diri karena ingin dihormati, dia bisa memamerkan aneka dokumen sertifikat kredensi dalam portofolionya.
Orang yang mensyukuri karunia kesuksesan tak sudi menumpang dalam kisah kesuksesan dan kebesaran nama orang lain. Dia tak merasa perlu menjajakan kehebatan orang yang bukan dirinya dan bukan hasil kontribusinya.
Dia terlalu sembada dan menghormati dirinya juga menghargai karya orang lain untuk membanggakan dan mengulang-ulang sejarah leluhur, kesaktian moyang dan kejayaan masa lalu yang telah digerus ronda zaman yang bukan prestasinya.
Meski pantang mencatut nama moyangnya agar demi menghormati mereka, dia tak rela bila mereka dihina dan direndahkan tanpa menuntut siapa pun memuliakannya. Seburuk apa pun seorang ayah atau kakek di mata orang lain tetaplah mulia di matanya dari mana pun asal usulnya.
Karena terlalu sembada, dia merasa geli dan canggung bila dihubungkan dengan ayah, kakek dan garis silsilah orang-orang yang tak hidup bersamanya.
Tapi orang-orang kerdil berjiwa kurcaci dan para pecundang namun haus hormat sibuk menambal sejarah masa kini mereka yang compang-camping dengan glorifikasi dongeng, folklor dan cerita-cerita kesaktian moyang dengan cara mencemooh dan menyemburkan api kebencian dalam aneka kata kasar dan diksi kotor.
Orang-orang hina memuliakan diri dengan menghina orang lain. Orang-orang rendah mengagungkan leluhur sendiri dengan mencemooh leluhur orang lain.