Mukmin Tanpa Dua Syahadat? (2)
Rukun Iman Asy’ariyah tidak memuat dua kalimat syahadat. Ini benar-benar membingungkan. Padahal, kadar minimal dari iman yang mesti dipenuhi adalah iman kepada Allah Yang Esa, Kerasulan dan Kebangkitan. Inilah yang menuntut penerapannya secara lahir melalui shalat, puasa dan lainnya.
Sedangkan batas terbawah dari kekufuran adalah pengingkaran secara terang-terangan terhadap suatu perkara setelah menyadari kebenarannya, dan bertekad untuk menentangnya. Syirik (mengingkari tauhid) salah satu pemuncak kekufuran.
Rukun Islam dalam teologi Asy’ariyah dimulai dengan Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhamamad adalah utusan Allah. Konsekuensinya yang pertama, bila rukun iman mendahului rukun Islam, maka seseorang bisa dianggap mukmin sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat.
Konsekuensi kedua, bila dua kesaksian tersebut berdiri sejajar dengan shalat, ouasa dan ibadah lainnya, maka penyebutan dua kata tersebut hanyalah bersifat fikihiah, normatif, ta’abbudi, bukan aqidah dan produk ienteleksi. Konsekuensi ini muncul sebagai akibat dari diturunkannya penyaksian ini pada rukun Islam.
Konsekuensi ketiga, kesaksian akan Allah dan kerasulan hanyalah sebuah ibadah yang masuk dalam regulasi fikih dengan hukum wajib, sebagaimana shalat dan puasa.
Konsekuensi-konsekuensi demikian sungguh membingungkan. Betapa tidak, dua kalimat syahadat itu adalah intisari dari totalitas dan iman dan islam.