Skip to main content

Sejak beberapa hari lalu kata “transnasional” mulai santer diucapkan. Mungkin ini terkait dengan maraknya polemik seputar kelompok-kelompok yang memimpikan berdirinya khilafah di Indonesia. Banyak pihak yang mencapnya sebagai ancaman terhadap NKRI karena dianggap “transnasional”.

Istilah “transnasional” begitu longgar maknanya sehingga bisa dipakai oleh siapa saja secara proporsional dan secara ngawur. Beberapa istilah angker lainnya yang telah dikonsumsi tanpa takaran dosis tepat, seperti sesat, telah menelan banyak korban. Baca juga: Profesional Cingkrang

Mestinya gerakan-gerakan yang dilakukan individu, kelompok, ormas atau apapun yang bertujuan mengganti sistem negara Pancasila ditentang dengan alasan yang logis dan konstitusional, bukan hanya dengan satu cap “transnasional“.

Hubungan melalui transaksi, asimilasi dan akulturasi antar kelompok, suku, bangsa sudah berlangsung sejak makhluk sosial ini menduduki bumi jauh sebelum istilah globalisasi dan transnasional digunakan. Baca juga: Baiat Kebangsaan

Generalisasi stigma negatif “transnasional“, meski dilontarkan dengan tujuan baik, sulit dibenarkan. Alasan-alasannya sebagai berikut:

  1. Tidak ada parameter yang objektif dan kriteria yang tegas bagi frasa “transnasional“.
  2. Secara etimologis, “transnasional” bersifat netral dan tidak identik dengan paham dan kelompok tertentu.
  3. Pada dasarnya plihak yang menggenaralisasi kelompok-kelompok lain dengan stigma negatif “transnasional” adalah pihak intoleran,
  4. Secara umum, trans berarti lintas. Ia bisa dianggap sifat bagi apapun yang melintasi batas dengan pengertian yang inklusif, seperti batas tanah, budaya, bangsa dan sebagainya. Ia berlaku pula sebutan transpropinsi, transjakarta, transmigrasi dan lainnya dengan pengertian yang berlainan. Karena itu, dengan pengertian yang sangat luas, agama Hindu, Budha, Islam, Kristen dan lainnya bisa dikategorikan sebagai transnasional.
  5. Nasional” sebagai kata ejektif yang menjadi pasangan kata “trans” juga merupakan kata serapan dari nation. Kata ini telah menjadi istilah khusus mengikuti pengertian yang terus berkembang. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata yang mungkin diterapkan untuk pengertian yang sama dengan nation, yaitu bangsa. Meski demikian, kata bangsa pun terbuka bagi aneka interpretasi yang beragam. Secara sosiohistoris, “individu-individu dalam sebuah lembaga negara” dianggap sebagai bangsa atau warga. Bangsa bisa didefinisikan sebagai himpunan rakyat dan pemimpin.

Sebagai entitas modern, identitas bangsa Indonesia tidak dibentuk oleh satuan-satuan budaya dan agama tertentu, karena hal itu berarti mengabaikan elemen budaya dan agama lain. Indonesia berdiri menjulang bukan karena punya satu budaya dan satu agama, tapi justru berdiri di atas ragam budaya, ragam keyakinan dan ragam suku. Karena itu, tak ada satu suku, satu kelompok keyakinan juga organisasi yang berhak mengidentikkan negara ini dengan keyakinan dan budayanya sendiri secara ekslkusif. Kebhinnekaan adalah identitas dan fondasinya. Karena itu pula, cap “transnasional” yang dijadikan vonis salah satu kelompok atau ormas atas kelompok dan ormas lain kehilangan relevansi.

Bersambung….