NOBAR PIALA EURO

Saya dan teman-teman malam ini menonton bareng pertandingan sepakbola Piala Eropa antara Hungaria dan Swiss lalu Spanyol dan Kroasia.
Ketika teman-teman fokus mengikuti jalannya pertandingan yang seru, saya malah memperhatikan sisi lain di baliknya. Di hampir setiap timnas Eropa yang dahulu identik dengan bule, mata biru dan rambut blonde, justru ada bahkan banyak pemain berkulit hitam, bertampang Arab dan Asia.
Di dunia Barat, terutama di negara-negara Eropa nasionalisme telah mengalami inovasi dan transformasi dari primordialisme budaya, ras dan asal usul serta dan sentimen atau romantisme kesejarahan atau nasionalisme primordial ke nasionalisme rasional berupa kewarganegaraan yang modern dan inklusif.
Transformasi paradigma nasionalisme menuju inklusivitas memperkuat konsep kewarganegaraan yang tidak diskriminatif, memberikan hak yang sama kepada semua warga negara tanpa memandang asal-usul atau agama mereka.
Masyarakat Eropa sejak awal Renaisance telah memulai transformasi paradigma dari nasionalisme emosional ke nasionalisme rasional dalam berbagai sektor, seperti politik, pendidikan, juga olahraga.
Negara-negara Eropa melalui timnasnya masing-masing saat berlaga di berbagai event pertandingan sepakbola, termasuk turnamen Piala Eropa tidak hanya menunjukkan kepiawaian dalam sepakbola dalam kompetisi fairplay tanpa potensi kegaduhan sedikitpun namun menghadirkan paradigma nasionalisme tanpa rasisme dan chauvinisme.
Setiap pemain dengan ragam asal usul, ras, nasab dan kesejarahan leluhur dan nenek moyang mereka, sama-sama berhak merasa nyaman sebagai bagian dari bangsa dalam spirit kebangsaan modern tanpa direcoki klaim orisinalitas, klaim supremasi ras dan jargon-jargon purba yang justru mengancam eksistensi nation dan melenyapkan nasionalisme itu sendiri.
Frasa bangsa telah diisi dengan pengertian yang inklusif, yaitu komunitas konvensial non natural yang terdiri atas ragam individu dari manapun asal moyangnya, apapun etnis, warna kulit, keyakinannya yang yang diikat kontrak sosial atau konsensus dalam sebuah negara yang didirikan di atas sebuah asas. Karena paradigma itulah seorang Amine Yamal, (Amin Jamal) remaja 16 tahun kelahiran Spanyol dari ibu yang datang dari Guinea Khatulistiwa atau Guinea Ekuatorial di Afrika Tengah dan ayah yang berasal dari Maroko (negara Arab di Afrika Utara), diterima dan disambut sebagai warga asli tanpa embel-embel apapun dan menjadi pemain inti timnas Spanyol sekaligus pemain termudia di ajang Piala Eropa.
Ironis! Dulu rasisme menjangkiti orang-orang Barat yang merasa superior karena memiliki ciri-ciri fisik yang dianggap unggul seperti berkulit bule, bermata biru, berambut pirang, berhidung mancung dan bertubuh tinggi. Tapi kini rasisme justru menjangkiti orang-orang yang tak memiliki ciri-ciri orang-orang rasis karena merasa superior.