NOT JUST A MAN

NOT JUST A MAN
Photo by Unsplash.com

Dia bukan hanya satu sosok. Dia adalah etalase sebuah era baru kesadaran dan kehendak untuk menjadi bagian intergral dari sebuah peradaban besar dan mozaik indah bernama Indonesia.

Dia bukan hanya seorang dari etnis yang selama beberapa periode diberi stigma eksklusif, rakus dan tak nasionalis akibat trauma sejarah kelam penuh kebencian dan diskriminasi berbungkus keyakinan dan akibat sepak terjang beberapa anasir rakus dan arogan dalam komunitas seetnisnya.

Dia mewakili jeritan generasi muda etniknya yang mulai sadar tanggungjawab sebagai bagian asli dari bangsa ini dan menanti kesempatan untuk berkontribusi bagi sebangsanya. Singkatnya, dia mempersembahkan sebuah paradigma baru tentang kepribumian.

Sikap tegas bahkan pernyataan-pernyataannya yang terkesan kasar bisa dipahami sebagai cara radikal menyadarkan bahwa nasionalisme tak hanya milik kelompok etnik tertentu dan keyakinan tertentu. Boleh jadi, dia sengaja memilih cara tak lazim mengungkapkan itikad baiknya.

Dia roboh atau dirobohkan Dia meminta maaf atas sesuatu yang mungkin tak dilakukannya atau memang dilakukannnya tanpa kesengajaan. Dia tunjukkan kepatuhan kepada hukum positif yang tak memihaknya. Dia membuat banyak mata sembab karena tak merawat dendam kepada yang membencinya dan tak dramatisasi kecewa kepada yang mengabaikannya.

Kita semua bukan malaikat, bahkan mungkin kita adalah monster dalam kesendirian masing-masing. Tapi nalar yang sehat dan hati yang bugar mendorong kita untuk bersikap adil dengan mengukur diri sendiri saat menilai orang lain seberapapun risiko tak menyenangkan yang diterima.

Sayangnya, belum semua dari kita siap untuk memindahkan kebhinnekaan dari kanvas jargon ke dalam altar ejawantah.

Aaah, sudahlah!

Read more