OBSKURANTISME

OBSKURANTISME
Photo by Unsplash.com

Perspektif teologi yang sempit pada seseorang mengarahkan segala sesuatu di benaknya dengan atribusi negativitas Tuhan seolah Dia hanya maha pembalas, maha pendendam, mahategas, mahapenuntut, maha penimpa bencana, dan sebagainya. Alhasil, Dia adalah segala yang menakutkan dalam tempurung kognisinya.

Mindset gulita tentang Tuhan menular ke semua slot pikirannya tentang agama, hidup, alam, manusia, politik dan nilai-nilai. Di benaknya situasi aktual selalu darurat dengan aneka teori persekongkolan, dunia adalah medan ranjau, hidup tak lebih dari menghitung hari-hari menjemukan dalam alcatras, penghuninya hanyalah musuh-musuh dan orang-orang culas yang berbedak kebaikan. Keputusan finalnya adalah bahwa semua harus dicurigai dan direspon dengan agresi. Siapapun selain dirinya dan senyawanya adalah para tersangka dan Info apapun dari luar sana adalah dusta.

Keramahan dipandang sebagai pertanda kelemahan, ketulusan sebagai utopia, bernalar dan beragumentasi sebagai kegenitan, dialog sebagai tindakan percuma dan toleransi sebagai ekspresi pecundang. Yang ada hanyalah kecewa, marah, benci dan curiga.

Orang-orangan ini sangat banyak dari berbagai kalangan dan mengisi seluruh ruang publik menyemburkan apapun yang ada di benaknya tanpa menimbang benar dan salahnya, manfaat dan madaratnya.

Bencana alam dan musibah sosial adalah tontonan komedi di matanya dan pesta hura-hura yang bisa dijadikan bahan canda juga digoreng untuk memancing ketegangan. Yang jatuh sebagai korban dianggapnya sebagai manusia sial, kalah dan lemah.

Dalam politik bahkan segala urusan, dia mengambil posisi penentang. Dalam arena gagasan, dia memilih posisi pengkritik abadi alias nyinyir. Dalam relasi sosial, dia berinvestasi. Dalam hidup, dia apatis. Dia tak menikmati dunia juga tak percaya akhirat. Dia hanya melihat kegelapan.

Read more