OFFSIDE LOGIKA

OFFSIDE LOGIKA
Photo by Unsplash.com

Salah satu ciri khas komunitas Syiah di manapun adalah keterbukaan dan kreativitas berpendapat dalam berbagai bidang dan isu, termasuk politik aktual.

Di Indonesia polemik politik dalam komunitas ini terjadi secara intens bahkan sengit di dunia nyata dan dunia sosial media. Bukan rahasia lagi, ada dua arus politik, pro Jokowi dan anti Jokowi, meski prosentase salah satunya sangat kecil. Ini adalah fenomen yang wajar.

Dalam perbincangan internal komunitas ada opini yang dilukiskan oleh sebagian teman sekomunitas anti Jokowi sebagai sikap politik yang terkesan benar, yaitu bahwa kepentingan umat (baca umat Islam) harus diutamakan atas kepentingan komunitas (baca pengikut Ahlulbait di Indonesia). Wacana ini dilontarkan karena mindset 1. Pemerintah saat ini tidak Islami; 2. Pemerintah saat ini tak memperhatikan komunitas. Kasus Sampang yang tak terselesaikan adalah contohnya; 3. Islam adalah agama yang harus dibela bagaimanapun caranya; 4. Kelompok-kelompok berlabel Islam adalah kekuatan besar yang harus didukung meski disusupi anasir takfiri dan intoleran. Demo-demo berjilid adalah buktinya; 6. Kelompok-kelompok berlabel Islam didukung oleh partai-partai politik yang besar dan kekuatan massa yang besar pula; 7. Umat Islam saat ini bersatu dan solid di bawah komando sentral satu figur.

Setiap orang berhak menentukan pilihan politik dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan selama tidak menafikan hak orang lain menentukan pilihan politik yang berbeda. Tapi sebelum menimbang opini di atas dengan neraca logika, kita semua sepakat tak ada pendapat yang buruk pada substansinya. Tapi kita juga sepakat ada pendapat baik yang salah. Tak semua yang baik itu benar. Semua yang benar pastilah baik. Baik itu sifat bagi substansinya. Benar adalah sifat bagi substansi sesuatu serta struktur dan fornatnya.

Tanpa menanggapi rincian alasan yang subjektif tentang apa yang dianggap sebagai fakta secara sepihak, klaim mengutamakan kepentingan umat atas kepentingan komunitas lebih perlu ditimbang dalam kerangka logika himpunan.

Memposisikan umat Islam dan komunitas secara dikotomis adalah falasi fatal. Jelaslah, massa ormas dan komunitas aliran adalah bagian dari umat. Karena itu, Syiah di Indonesia adalah bagian dari umat.

Wacana mengutamakan kepentingan umat atas kepentingan komunitas adalah buah dari falasi yang justru mengafirmasi hasutan takfirisme "Syiah bukan Islam".

Komunitas pada dirinya adalah individu-individu muslim yang memilih sebuah metode pemahaman dan pengamalan Islam. Umat pun pada dirinya adalah individu-individu yang memilih sebuah ajaran sebagai pedoman nilai dalam hidup. Keluarga pun demikian. Setiap himpunan sosial pada dirinya adalah individu-individu yang disatukan secara rasional karena kesamaan-kesamaan tertentu.

Kalau mau berwacana tentang prioritas kepentingan dan cakupan himpunan sosial, kita mesti menampilkan sebuah himpunan dengan cakupan lebih besar dari himpunan seagama dan sealiran. Itulah bangsa.

Bila cakupan umat, lebih besar dari komunitas karena dasar pembentukannya adalah kesamaan agama, maka himpunan bangsa lebih besar dari umat seagama.

Kepentingan komunitas adalah kebebasan mengamalkan metode keberislaman yang dipilihnya alias mazhab. Kepentingan umat seagama adalah kebebasan mengamalkan ajaran yang dipilihnya sebagai sistem nilai dan pedoman hidup. Tapi komunitas harus sadar bahwa ia hidup dalam umat seagama yang berbeda metode alias mazhab. Umat seagama di Indonesia juga harus sadar bahwa ia hidup dalam himpunan yang di dalamnya hidup pula umat yang tak seagama.

Artinya, bila kepentingan yang lebih besar yang harus diutamakan, maka kepentingan harus mengambil cakupan lebih besar yang secara niscaya mencakup himpunan-himpunan di dalamnya (umat seagama dan komunitas semazhab), yaitu kepentingan bangsa.

Teori himpunan merupakan salah satu aksioma dalam logika penalaran dan matematika, termasuk teori himpunan modern yang dikenal dengan fuzzy logic. Cara mengoleksi obyek-obyek dapat didasarkan pada sifat mereka yang sama atau berdasarkan suatu aturan tertentu. Obyek-obyek yang menjadi anggota dari himpunan ini disebut dengan elemen dari himpunan tersebut. Jika p anggota himpunan A, ditulis pÎA, dibaca ‘p adalah elemen (anggota) dari himpunan A’. Jika obyek q bukan anggota dari himpunan A, ditulis qÏA.

Dengan kata lain, kepentingan tak bisa hanya dilontarkan tanpa isi dan tanpa urutannya.

Sebelum menyepakati dan mempertegas substansi kepentingan, kita harus memperjelas secara logis cakupan dan urutan himpunannya, umat manusia lalu bangsa kemudian umat seagama (umat Islam-dalam konteks bahasan ini) berikutnya komunitas mazhab dan akhirnya keluarga.

Terlepas dari kerumitan logika himpunan klasik dan modern, klaim memihak dan menentang dalam arena politik dengan dalih mengutamakan kepentingan umat atas kepentingan komunitas dan mengabaikan kepentingan bangsa yang mencakup komunitas dan umat adalah offside dalam aturan fifa logika. Secara tidak langsung menyisihkan kepentingan komunitas dari kepentingan umat Islam bisa dianggap offside teologi pula.

Kepentingan terbesar adalah kepentingan bangsa. Menjaga dan mempertahankan Indonesia dengan kebhinnekaan umat, baik yang beragama Islam dengan aneka aliran dan ormasnya maupun Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu serta kepercayaan lainnya secara niscaya adalah kepentingan setiap warga negara. Inilah kepentingan yang layak dijadikan alasan.

Read more