Oh Indonesia!
Sebuah email dikirimkan oleh seorang anggota di milist filsafat. Isinya cukup baik dan mampu melejitkan semangat keprihatinan antar sesama anggota masyarakat. Saya tidak mengeditnya sedikitpun karena diksinya cukup bagus. Semoga penulisnya berkenan. Silakan berbagi rasa.
Dari hasil diskusi dengan seorang sahabat dan membaca berita di media, Pedih Nian berita-berita di media masa tentang indonesia saat ini. Berita tentang penderita gizi buruk yang jumlahnya terus memuai sebenarnya bukan berita baru. Krisis ekonomi yang telah menetaskan kelaparan di berbagai daerah di tanah air bisa dikatakan masalah klasik yang kasat mata. Meski di tingkat makro kondisi Indonesia membaik, inflasi telah dapat ditekan dan dikendalikan, namun di tingkat mikro puluhan juta penduduk Indonesia masih hidup dalam lilitan kemiskinan.
Minimnya lapangan kerja telah melahirkan kantong-kantong kemiskinan baru yang mengakibatkan sebagian orang tak mampu membeli kebutuhan paling dasar yaitu makanan bergizi. Dari perspektif "kebutuhan dasar", fenomena ini merupakan pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah (Lihat UU No 7/1996 tentang Pangan).
Saat ini, tak kurang dari 50 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, 50 persen dari total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari. Ini menunjukkan tingkat kesejahteraan, kesehatan, status gizi, dan mutu pendidikan masih memprihatinkan. Yang pada akhirnya, tak sedikit anak putus sekolah dan mereka bekerja di sektor yang cukup membahayakan kesehatan.
Jika ditambah dengan perilaku koruptif yang kini makin terang-terangan dilakukan oleh sebagian pejabat baik yang duduk di eksekutif, legislatif dan yudikatif yang sudah pada tahap memuakkan, jelas mereka sungguh tak perduli terhadap realitas kemiskinan yang dialami masyarakat bawah. Sebab di tengah penderitaan rakyat akibat kenaikan harga-harga, perekonomian rakyat yang makin parah dan perasaan ketidakpastian apakah besok atau lusa negeri ini masih aman, para elite politik sibuk membicarakan "pesangon", pakaian dinas, Mobil dinas, tunjangan perumahan sebagai katanya sih wakilrakyat atau pejabat pemerintah yang "masih kata mereka" mereka bekerja untuk rakyat (yang mana ya?).
Karenanya, tak berlebihan bila dikatakan hasil reformasi selama ini hanya dinikmati para elite politik. Jadi tak perlu heran jika mereka tidak memperhatikan nasib rakyat, sebaliknya sibuk dengan dunianya yang bergelimpangan harta dan kemewahan. dan sibuk mengembalikan modal yang sudah disetornya untuk menggapai jabatan saat ini.
Kondisi politik dan ekonomi yang tak kunjung stabil, sesungguhnya akar masalah gizi buruk yang menimpa sebagian anak balita. Akibatnya, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) pun menjadi sulit dibasmi. Setelahsepuluh tahun reformasi perilaku koruptif bukan surut, namun makin membuih
karena virusnya menyebar lebih meluas, lebih nekat dan vulgar. Dana untuk mengatasi gizi buruk pun, seperti pemberian makanan tambahan anak sekolah tak luput dari praktik korupsi, dana itu dipakai oleh sekolah-sekolah yang menampung anak tidak beruntung, tetapi tidak dipakai bagi anak-anak miskin itu sendiri. Pendidikan yang semakin termajinalisasi, semakin mejadi komoditi, pelanggaran UUD dianggap sudah biasa, dimana diatur anggaran pendidikan 20% Tetapi kenyataan berbeda. berita media seorang anak mencuri hanya untuk biaya sekolah, karena terancam tidak bisa ikut ujian. oh indonesia
Selanjutnya virus korupsi kian resisten karena menyusup masuk ke dalam sel-sel kehidupan para politikus busuk dan kelompok pengusaha hitam sehingga berkembang biak menjadi suatu strain baru bernama mekanisme keseimbangan politik. saat iniseorang pelaku korupsi akan "menjebak" lembaganya terlibat korupsi sehingga ia terlindungi. Bahkan, seseorang atau sebuah lembaga politik yang korupsi akan "menjebak" pihak lain - lawan politiknya - untuk korupsi juga sehingga mereka saling memiliki "kartu truf" dalam persaingan politik.
Oh, Indonesia, Pejabat Bank Sentral, menjadi tersangka, Jaksa penuntut Menjadi tersangka, Bupati di penjara, Gubernur masuk bui, Mantan Kapolri yang menjadi duta besar menikmati sel yang pernah dipimpinnya, Pengusaha yang nakal menyuap, dan tidak bertanggung jawab (contoh kasus lumpur lapindo), Anggota dean terhormat terkait kasus Korupsi, dan sibuk untuk kepentingan pribadi. Polisi jalan raya sibuk mengejar setoran. para Dokter sibuk dengan mal praktek, dan adanya uang dari para produsen obat. Hutan-hutan akan disewakan. oh pedih nian Indonesiaku.
Kini perilaku koruptif yang virusnya bersemayam dalam tubuh dan jiwa para tuan pejabat dan politisi busuk yang kerap kehilangan akal sehat dan hati nurani, sudah membuahkan gizi buruk yang dapat bermetamorfosis menjadi monster pencabut nyawa balita. Prevalensi kurang gizi pada balita di Jawa Tengah yang masih tinggi dapat menjadi contoh. balita penderita gizi buruk tercatat sebanyak 4.378 jiwa atau 1,51% dan 40.255 jiwa atau 13,88% bergizi kurang. yang artinya penduduk Indonesia pada lapisan bawah memiliki potensi rawan gizi, hanya saja belum terpublikasi semua fakta itu ke permukaan. dan dari berita media menyatakan banyak yang telah meninggal karena tidak bisa mendapat pangan. Astagfirullah...
Patut disadari, harga yang harus dibayar akibat gizi buruk pada balita adalah kedahsyatannya merampas kecerdasan anak sehingga mereka menjadi sumber generasi yang hilang di masa datang.
Lantas, apakah ada vaksin yang bisa menyembuhkan penyakit akibat virus korupsi yang sudah memiskinkan bangsa ini? adakah presiden/pemimpin yang mampu menyelenggarakan pemerintah dan pemerintahan yang bersih, efektif, partisipatif dan berani menghukum koruptor sehingga dapat mengentaskan kemiskinan guna membawa rakyat Indonesia pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Artinya, kita harus memiliki pemimpin yang mempunyai visi, komitmen dan risk taker, berani ambil risiko untuk dilawan para koruptor dan para mafia lainnya. presiden dan para pembantunya hasil harus mampu membangun kembali perekonomian rakyat dan melakoni hidup sederhana seperti yang
dipropagandakan sejak tahun 1952 oleh PM Wilopo.
Pembangunan perekonomian rakyat berarti meningkatkan sinergi dan posisi tawar kolektif rakyat yang selama ini tersubordinasi dan tereksploitasi ekonomi modern. Selanjutnya, negeri ini akan steril dari ancaman gizi buruk yang kerap merampas kecerdasan intelektual anak sekolah dan Indonesia pun mampu menetaskan sumber generasi muda yang superior di masa da-tang.
Atau memang sudah takdir dari rakyat indonesia untuk terus tereksploitasi dari berbagai macam bidang. Saat ini harga berbagai kebutuhan pokok yang melonjak, Pendidikan hanya menajadi bisnis, pelayanan masyarakat hanya menjadi proyek bagi oknum-oknum untuk memperkaya diri. Sungguh dalam hati sebagai anak bangsa saya gerah, saya marah, saya geram dengan keadaan ini. adakah yang bisa kita lakukan. perlukah kita potong generasi, dengan mengganti seluruh birokrasi saat ini. karena pejabat nuraninya sudah mati.
Adakah Reformasi baru bagi Indonesia yang teramat saya cintai ini, adakah cara yang lebih manusiawi untuk kita untuk rakyat. terkadang lucu melihat pola tingkah pejabat, ketika kampanye wajah buaya mereka yang keluar, bermanis-manis dengan rakyat dengan tampang tidak berdosa. ingat saat Calon partai hanura Wiranto beriklan di televisi, tidak sadarkah akan dosa masa lalu nya, atau Sutiyoso dengan pembohongan publik dengan siklus lima tahunan. memang bangsa ini adalah bangsa pemaaf dimana dosa mantan pendosa mudah dimaafkan. Tidak adakah pejabat yang baru yang bersih selain pejabat saat ini, mengapa yang menjadi pejabat hanya yang itu-itu saja.
Oh indonesiaku, kini kulihat ibu pertiwi tidak hanya menangis, tapi ibu pertiwi sudah tersungkur dan meraum-raum serta meratap dengan tetesan darah dan air mata untuk memohon perubahan diindonesiaku yang tercinta. Semoga Allah segera menurunkan Rahmat bagi kita semua, berharap Indonesia dapat berubah... tapi kapankah.. tapi mungkinkah.. dan tak pernah ada jawab dari tahun ke tahun hanya diam dan bertambah sengsara. Oh Indonesia(EA).
Mari Rapatkan Barisan Untuk perubahan Indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia Kita Kearah yang lebih baik.Untuk Kesejahteraan Rakyat, Bukan Kesejah teraan Pejabat, Ganyang Korupsi... Ciptakan Kemakmuran Indonesia.(EA)
Erwin Arianto,SE
Depok 11 Maret 2008