ONLINE AND OFFLIFE
Dalam era digital ini, banyak orang memiliki kehadiran online yang aktif melalui media sosial, platform digital, dan komunikasi daring lainnya. Beberapa individu mungkin menunjukkan perbedaan signifikan antara kepribadian atau perilaku mereka di dunia online dengan di dunia nyata. Misalnya, seseorang mungkin menjadi lebih percaya diri, berani, atau bahkan agresif secara verbal di dunia maya dibandingkan dengan dalam kehidupan sehari-hari.
Split personality, yang juga dikenal sebagai gangguan identitas disosiatif, adalah kondisi psikologis dimana seseorang memiliki dua atau lebih identitas atau kepribadian yang berbeda. Namun, split personality dalam konteks dunia online dan dunia offline lebih mengacu pada perbedaan dalam perilaku, persona, atau pola interaksi seseorang antara kehidupan online dan kehidupan di dunia nyata.
Ada beberapa aspek dalam split personality antara dunia online dan offline:
1. Anonimitas: Di dunia online, seseorang bisa merasa lebih aman untuk mengekspresikan diri karena seringkali dapat bersifat anonim atau menggunakan identitas palsu. Hal ini kadang-kadang dapat membuat seseorang menunjukkan sisi atau kepribadian yang lebih ekstrem atau tidak biasa.
2. Pengaruh lingkungan: Lingkungan online dan offline memiliki norma dan aturan yang berbeda. Seseorang mungkin merasa bebas untuk bersikap atau berkomunikasi dengan cara yang berbeda ketika berinteraksi online karena interaksi tersebut disembunyikan di balik layar.
3. Identitas digital: Identitas seorang individu di dunia online juga dapat menjadi bagian signifikan dari diri mereka secara keseluruhan. Karena itu, seseorang mungkin mengembangkan kepribadian atau persona khusus untuk dunia online yang berbeda dari diri sehari-hari mereka.
Menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan offline serta memiliki kesinambungan dalam kepribadian dan nilai-nilai pribadi adalah kunci menjaga kejujuran dan kewajaran perilaku.
Beberapa orang yang sangat aktif di media sukses menjadi influencer. Sebagian dari influencer yang mengalami split personality terjangkit oleh narsisme Dengan kata lain, terdapat kaitan yang signifikan antara narsisme dan perilaku influencer di media sosial.
Narsisme merupakan ciri kepribadian yang ditandai dengan kecenderungan untuk memiliki rasa percaya diri berlebihan, kepentingan diri yang besar, keinginan untuk mendapat perhatian, serta dorongan untuk diakui dan dihargai oleh orang lain. Sementara itu, influencer di media sosial adalah individu yang memiliki pengaruh besar terhadap pengikut mereka dan sering menggunakan platform digital untuk mempromosikan merek, produk, atau gaya hidup tertentu.
Beberapa cara di mana narsisme dapat terkait dengan perilaku influencer di media sosial meliputi:
1. Dorongan untuk Mendapat Perhatian:
Individu dengan sifat narsisme sering menginginkan perhatian dan pengakuan dari orang lain. Sebagai influencer di media sosial, mereka mendapat platform yang besar untuk mendapatkan perhatian dan pujian dari pengikut mereka melalui konten yang mereka bagikan.
2. Pembentukan Identitas Digital:
Narsisme dapat memengaruhi cara seseorang membangun identitas digital mereka. Seorang influencer mungkin menyusun citra online yang menonjolkan diri mereka secara positif dan memperoleh pengakuan dalam lingkungan online, mencerminkan dorongan narsistik untuk diakui dan dihargai.
3. Pemujaan Diri:
Individu narsistik cenderung memiliki pandangan yang tinggi terhadap diri sendiri dan merasa bahwa diri mereka istimewa dan layak untuk diidolakan. Sebagai influencer, mereka sering membangun pengikut yang besar yang memberikan pujian dan pengakuan, meningkatkan rasa kepentingan diri mereka.
Meskipun tidak semua influencer memiliki sifat narsistik, namun penggunaan media sosial dan eksposur yang luas dapat memperkuat perilaku narsistik pada individu tertentu.
Seseorang yang mungkin terlihat sangat berbeda antara dunia online dan offline dalam hal kecerdasan palsu, penampilan fisik, kesuksesan dan karier palsu, serta kesan bijak palsu, dapat dianalisis dalam perspektif patologi sosial. Patologi sosial merujuk pada ketidaknormalan sosial atau perilaku yang merusak dan merugikan individu atau masyarakat secara luas. Dalam situasi seperti ini, ada beberapa aspek patologi sosial yang mungkin terlibat:
1. Kebenaran yang Terdistorsi:
Seseorang yang menampilkan karakter berbeda secara drastis antara dunia online dan offline mungkin mengalami distorsi hubungan antara realitas dan image yang diciptakan. Mereka bisa jadi memperoleh kepuasan palsu atau merusak hubungan dengan orang lain karena ketidakjujuran dalam penampilan atau perilaku mereka.
2. Manipulasi Identitas:
Kehadiran ganda atau perbedaan yang tajam dalam kepribadian dan perilaku bisa menunjukkan manipulasi identitas yang tidak sehat. Individu mungkin menggunakan kepribadian online mereka untuk melarikan diri dari realitas atau menciptakan citra diri yang tidak akurat.
3. Kegagalan Menyesuaikan Diri:
Seseorang yang merasa perlu untuk menunjukkan kepintaran palsu, penampilan menarik palsu, atau kesuksesan palsu mungkin mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan ekspektasi sosial yang sebenarnya. Ini bisa mengindikasikan masalah dalam kemampuan individu untuk berinteraksi dan berpartisipasi dalam masyarakat dengan cara yang sehat dan produktif.
4. Kecenderungan Narsistik:
Ketika seseorang terus-menerus mempertahankan citra palsu yang berbeda dari diri mereka yang sebenarnya, hal ini juga bisa mencerminkan kecenderungan narsistik yang bisa merugikan baik diri mereka sendiri maupun orang lain di sekitar mereka.
Dalam analisis patologi sosial, penting untuk memahami bahwa perilaku atau citra palsu yang ditampilkan oleh seseorang mungkin merupakan tanda dari masalah yang lebih dalam atau gangguan psikologis yang perlu dicari penanganan profesional. Keseimbangan antara kehidupan online dan offline, kesatuan identitas, dan konsistensi nilai-nilai pribadi penting untuk mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan individu secara menyeluruh.