PALESTINA DAN IDEOLOGI BUNG KARNO
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mendatangi Kedutaan Besar Palestina, di Jakarta Pusat. Hasto mengatakan kedatangannya untuk berdialog terkait perang Israel dan Hamas yang terjadi saat ini.
Sikap ini patut diapresiasi meskipun ia menjadi beban berat bagi PDIP untuk konsisten membela ideologi Soekarno di tengah publik yang anti Arab, anti Palestina, anti Hamas, dan pro Israel.
Sikap mendukung kemerdekaan Palestina bisa memberikan dampak negatif secara politis di tahun politik yang bising dengan opini dan narasi rasisme. Konon, setelah mendukung pembatalan penyelenggaran pertandingan Piala Dunia U20 elektabilitas salah satu bakal calon presiden menurun.
Fakta ini mengindikasikan bahwa opini anti Palestina (juga anti Arab yang beririsan dengan salah satu bacapres lain) bukan lagi fenomena kecil, tapi trend pandangan yang digerakkan secara masif, sistematis dan multi aspek.
Sebagian dari para pendukung negeri rasis itu membenci Palestina karena sentimen anti Islam yang terbangun dari pengalaman personal dan peristiwa kasuistik. Sebagian lain mengangkat jargon nasionalisme abal-abal dan memasarkan narasi manipulatif yang dikonsepkan oleh para pemikir dan intelektual pro okupasi.
Ada pula yang mulai mengkritik juga mengecam aksi-aksi yang terlihat kelewat batas sebagian rakyat Palestina terhadap sebagian tawanan tanpa menyadari bahwa pembalasan sekeras apapun terhadap perampasan, pengusiran, pembantaian dan pengepungan lebih dari 70 tahun takkan pernah setimpal.
Isu pembatalan nasab yang terus digeber dengan aneka konten rasisme vulgar di medsos selama hampir setahun, meski tak juga berhasil dilirik oleh media nasional dan media kredibel juga gagal mengundang perhatian Pemerintah (karena memang memalukan dan mencoreng citra Bhinneka Tunggal Ika), sangat mungkin terkait dengan agenda eliminasi isu Palestina dari layar pikiran masyarakat sebagai mukadimah bagi upaya yang lebih besar ke depan.
Di sisi lain, mendukung usaha meraih kemerdekaan Palestina juga bisa memberikan keuntungan politik bila dikelola secara pragmatis sebagai bagian dari "politik identitas".
Terlepas dari untung dan rugi dalam kalkulasi elektoral, mendukung kemerdekaan Palestina hendaklah bertolak dari komitmen memegang teguh ideologi nasionalisme dan internasionalisme yang digagas oleh Bung Karno.
Merdeka!