PALU ARIT

PALU ARIT
Photo by Unsplash.com

PALU ARIT

Pelajari dulu pandangan Hegel, Marx, Engels, Trotsky, Giddens, Tan Malaka, Kianuri, Syariati, Habermas dan lainnya, baru pas teriak-teriak soal palu dan arit.

Kehendak melawan kezaliman yang direpresentasi oleh sekelompok orang rakus adalah bagian dari spirit kemanusiaan sepanjang sejarah jauh sebelum Marx mengajak kaum buruh bersatu.

Sebelum berdirinya Uni Sovyet dan disahkan sebagai ideologi negara oleh Lenin, Komunisme hanyalah mimpi siang bolong tentang kepemilikan bersama dan hilangnya hak individu yang menghapus jurang menganga antara juragan dan buruh.

Banyak orang yang merasa “terlalu puinter” menjadikan otaknya sebagai blender, sehingga menganggap Komunisme dan Marxisme sebagai dua tema dengan satu pengertian.

Komunisme, yang terinspirasi oleh gagasan Karl Marx, telah dijadikan sebagai ideologi yang telah dicoba untuk diterapkan di Uni Sovyet oleh Lenin setelah berhasil menumbangkan Pemerintah Rusa dalam Revolusi Bolshevik pada 25 Oktober 1917 atau dikenal juga dengan Revolusi Oktober.

Manifesto Komunis yang dicetuskan Karl Marx bersama Frederick Engels dan menjadi “mimpi mulia” Lenin dilanjutkan oleh Stalin dengan pemaksaan dan represi yang justru bertentangan dengan substansi dan tujuan Komunisme itu sendiri.

Marx memberikan preskripsi berdasarkan analisis histomat, Lenin menjadikannya imperatif tatanan politik berpijak pada sentralisme demokrasi sementara Stalin membangunnya melalui pemerintahan tangan besi dan sentralisme birokrasi.

Komunisme bukanlah Marxisme semata. Marx memang punya andil besar tapi banyak tokoh yang ikut mempengaruhi Komunisme, seperti Friedrich Engles, Leon Trotsky, V.I Lenin, Joseph Stalin dan lainnya.

Terinspirasi dari gagasan dialetika Hegel, Karl Marx bercita-cita mengubah kekacauan sistem ekonomi maupun sosial menjadi kesekjahteraan melalui penentangan dan perubahan secara keseluruhan dan radikal seperti revolusi, kudeta, dll. Pemikiran Marx inilah yang kelak sangat berperan melahirkan sosialisme dan komunisme.

Para tokoh yang terinspirasi oleh ajaran Marx mengembangkan Marxisme dengan penafsiran yang berbeda-beda. Lenin, misalnya, beranggapa bahwa elemen perlawanan kelas bukan hanya kaum buruh tapi seluruh kaum proletar, termasuk kaum petani. Lenin berpendapat bahwa komunisme hanya bisa mewujudkan revolusi melalui sistem poliltik yang dipimpin seorang revolusioner berupa partai politik. Inilah yang dikenal dengan Marxisme Leninisme.

Sepeninggal Lenin, kendali revolusi Bolshelvik dipegang oleh Stalin. Beberapa pandangan Lenin ditolaknya. Meskipun keduanya mendukung diktatorisme proletariat sebagai pengontrol para proletar, Stalin tidak hanya mendukung kontrol politik melalui partai tetapi menganggap represi sebagai sarana penting mengawal revolusi. Konon Stalin juga tidak mendukung ekspor revolusi ke seluruh dunia.

Selain Leninisme dan Stalinisme, salah satu submazhab Marxisme adalah Maoisme. Mao, seperti Stalin, menganut revolusi dengan represi demi menghapus kepemilikan tanah. Karena mayoritas rakyat China adalah petani, Mao memberikan peran penting kepada para petani sebagai elemen proletar untuk mengendalikan revolusi. Karena itulah, “dari desa (petani) mengepung kota” menjadi jargon Maoisme.

Karena Marx membangun gagasannya dengan dialektika, maka menyenggol Hegel menjadi “wajib”. Mungkin banyak orang bingung mencari hubungan Marxisme, yang merupakan cabang materialisme, dengan Hegel yang dikenal sebagai filsuf idealis dan metafisikawan penentang empirisisme.

Komunisme jelaslah utopia. Indonesia tak memerlukannya karena sudah punya Pancasila, karya genial para founding fathers yang telah mempersembahkan sebuah bangsa majemuk yang besar.

Read more