Pariaman: Membuang Tabuik, Mengenang Imam Hussein

Pariaman: Membuang Tabuik, Mengenang Imam Hussein
Photo by Unsplash.com

Acara tabuik adalah ritual keagamaan penganut Islam aliran Syiah yang ditujukan untuk memperingati kematian Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW, pada abad ke-7. Hussein tewas dalam Perang Karbala di Padang Karbala (wilayah Irak sekarang) ketika memimpin pasukan Islam melawan Bani Umaiyah dari Suriah yang dipimpin Raja Yazid.

Menurut kepercayaan pengikut Syiah, jenazah Hussein yang berserakan di tanah dijemput oleh bouraq dan dibawa terbang ke langit. Bouraq adalah hewan berbadan seperti kuda, tetapi bersayap lebar dan berkepala manusia. Hewan ini membawa peti jenazah dan memakai payung serta hiasan warna-warni.

Konon, saat bouraq akan membawa terbang jenazah Imam Hussein, salah seorang pengikutnya melihat dan meminta dibawa serta. Maka bouraq itu menolaknya dan berpesan agar membuat benda mirip dengan dia setiap 10 Muharam untuk memperingati kematian Imam Hussein. Maka dibuatlah tabuik yang menyerupai bouraq dan dibuang ke laut sebagai lambang bouraq yang terbang ke langit.

Tradisi membuang tabuik sampai ke Pariaman dibawa oleh sekelompok laki-laki penganut Islam Syiah dari Tamil, India. Mereka adalah pasukan Islam Tamil dalam tentara kolonial Inggris yang berkuasa di Bengkulu pada 1826 di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles.

Setelah pasukan itu dibubarkan, mereka memilih menetap dan berbaur dengan penduduk pesisir Sumatera, yaitu Bengkulu dan Pariaman, yang waktu itu merupakan pelabuhan laut yang ramai. Di Bengkulu juga ada tradisi semacam tabuik, yang disebut tabot. Namun, ukuran tabot lebih kecil daripada tabuik.

Prosesi tabuik ini berlangsung selama 10 hari. Acara pertama adalah pengambilan tanah pada 1 Muharam. Seorang laki-laki berjubah putih mengambil tanah yang berjarak sekitar 1 kilometer dari tempat pembuatan tabuik. Tanah dibawa dengan kotak--simbol peti jenazah Hussein--dan diiringi arak-arakan gendang tasa.

Ketika hiasan tabuik selesai 50 persen, pada 5 Muharam dilakukan penebangan batang pisang sekali tebas dengan sebilah pedang tajam oleh seorang pria berjubah putih. Ini melambangkan ketajaman pedang menuntut balas kematian Hussein.

Pada 7 Muharam dilakukan acara yang disebut maatam, yakni mengekspresikan kesedihan atas wafatnya Hussein. Prosesi ini dilakukan dengan meletakkan simbol jari-jari tangan Hussein yang dicincang Raja Yazid dalam alat bernama panja, simbol kuburan imam itu.

Para pengikut Imam Hussein kemudian menangis meratapi kematian Hussein. Malamnya, panja diarak keliling kota dengan ekspresi sedih para pengikutnya, diiringi gendang tasa.

Pada 8 Muharam dilakukan acara membawa lambang sorban, pedang, dan kopiah Imam Hussein yang diletakkan di atas dulang (talam) keliling kota. Iring-iringan ini diikuti gendang tasa yang bertalu-talu.

Pada 10 Muharam pukul 04.00 WIB digelar acara tabuik naik pangkat. Tabuik yang semula dibuat dua bagian--dengan bahan rangka dari bambu dihias kain dan kertas--disatukan dengan mengangkatnya.

Tabuik yang tingginya mencapai 12 meter ini diarak ke tengah kota diiringi gendang tasa dan teriakan. Tabuik diputar, digoyang-goyang, dan perlahan-lahan dibawa ke pantai untuk dibuang ke laut pada senja hari. Ini melambangkan bouraq yang membawa jenazah Imam Hussein telah terbang ke langit.

Dulu pembuatan tabuik dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Sejak 15 tahun belakangan, prosesi tabuik dijadikan agenda wisata dan didanai oleh Pemerintah Kota Pariaman. Agenda wisata budaya ini selalu menyedot banyak pengunjung dari berbagai daerah, bahkan turis mancanegara. Kota Pariaman yang biasanya sepi, hari itu sesak oleh manusia.