Skip to main content

“Pengamen Keplok”

By April 7, 2010No Comments

Jakarta memang seru. Di jalanan kita temukan individualisme menjadi sistem hidup. Kemacetan adalah salah satu akibatnya. Anak-anak jalanan dan para pengemis baik yang palsu maupun yang asli menjadi asesoris wajib di setiap perhentian lampu merah dan pesilangan jalan. Angkot-angkot, bis kota dan metromini dengan semua derivatnya; kopaja, koantas berserakan dengan posisi arah yang berlawanan.

Ojek dan polisi cepek juga mesti masuk dalam sktesa ini. Mereka adalah penguasa jalanan. Dengan keberanian “pasang badan” seperti layaknya perisai manusia pasukan Hezbollah yang menunggu komando Hasan Nasrullahj, demi memuluskan jalan bagi mobil yang hendak putar balik.

Eit..! Tunggu dulu! Jangan lupakan para punkers yang (maaf) pesing dan pengamen yang menambah bising sekaligus menebar aroma keringat plus bir oplosan. Belum lagi kalo ketemu sama gerombolan holligans The Jack… (yang penting namanya keren, kualitas menyusul deh..)

Di antara para seniman trotoar itu ada pengamen yang tidak lagi pakai gitar dengan note ngawur dan suara fales, tapi hanya mengandalkan tepukan tangan mengusik telinga penumpang angkot yang sudah miskin, kere dan sumpek…

Kalo saja punya duit cukup, pengen cepat2 minggir dan menyelamatkan anak-anak dari polusi ekologis dan psikologis disini… Tapi apa mau dikata? Dasar keré… Mesti jadi jongos