PERSONALITAS DAN IMPERSONALITAS TUHAN

PERSONALITAS DAN IMPERSONALITAS TUHAN
Photo by Unsplash.com

Perkataan Nietzche "Tuhan telah mati" telah ditafsirkan dengan dua pemahaman. Kebanyakan orang menafsirkannya sebagai deklarasi anti Tuhan. Sebagian kecil orang menafsirkannya sebagai kritik atas modernisme yang mendisposisi Tuhan.

Para filosof dan pemikir yang terduga ateis seperti Sartre, Jaspers dan Marx mungkin menolak "Tuhan Personal" yang telah disandera para teolog dan agamawan.

Para pemikir bebas yang jenuh terhadap metafisika skolastik menganggap personalisasi Tuhan sebagai selubung kehendak kuasa atas nama Tuhan.

Kehendak kuasa para teolog di balik personalisasi Tuhan pada sosok Jesus direspon oleh para filosof liar dengan pandangan tentang impersonalitas Tuhan.

Karena tak lagi konsisten dengan ontologi dan mabuk dalam doktrin teologi sektarian, para teolog gagal mengargumentasikan prinsip unitas eksistensi lalu menyosokkan Tuhan dalam sebuah persona.

Para teolog gagal membedakan personalitas eksistensial dengan personalitas esensial. Para ateis terlanjur menganggap personalitas sebagai pemanusiaan Tuhan.

Jelaslah, Tuhan adalah persona dalam eksistensi, bahkan eksistensinya adalah personalitasNya. Ini tak sama dengan personalitas entitas-entitas selainNya yang menyosok dan terbatas.

Dengan unitas personal (al-wahdah al-syakhshiyah) ia meliputi semua alam yang bergantung kepadaNya. Ia tak mengalami personalisasi dalam makhluk apapun. Para manusia suci adalah manifestasi-manifestasiNya, bukan diriNya.

Itu artinya Ia adalah wujud sejati, mandiri, eternal dan tunggal. Alam dan apapun selain adalah titik-titik yang berada di papan eksistensiNya yang tak berhingga.

Read more