Bila tulisan-tulisan seseorang disebar karena subjeknya hanya mengunggulkan atau mendeskreditkan seorang tokoh yang dipuja dan dibenci, sangat mungkin penyebab ketersebarannya adalah kontroversinya, bukan konten tulisannya.
Kebanyakan orang menyukai tulisan yang memperbarui dan memperkuat pandangan dan sikapnya, bukan tulisan yang cenderung memancing rasa ingin tahu, apalagi yang mempertanyakan pandangannya.
Cara termudah mendulang popularitas dan meraih area luas penyebaran melalui tulisan adalah konsistensi mengunggulkan satu atau dua tokoh yang dipuja oleh satu kelompok dan dibenci oleh kelompok lain, karena pembacanya adalah dua kelompok itu meski dengan semangat dan tendensi yang bertolak belakang. Kedua kelompok itu terlalu sibuk untuk mempertanyakan kompetensi penulisnya, karena sibuk dengan pemenuhan hasrat cintanya yang menggelinjang dan birahi bencinya yang membara.
Bila suatu saat tokoh yang jadi subjek langganan tulisan-tulisannya runtuh atau penulisnya mencoba menulis subjek nir-kontroversi, sangat mungkin speed dan area penyebarannya akan menyempit.
Kontroversi adalah kata kunci dan tongkat magic yang mematikan saklar daya kritis. Bila dikelola dengan jitu dan telaten, ratusan tulisan dengan subjek kontroversial yang tak berganti-berganti akan terus diminati, bahkan menggeser tulisan-tulisan yang menghidangkan perspektif baru atau gagasan kontruktif yang orisinal.
Kontroversi disuka banyak orang karena konflik telah menjadi primadona kapitalisme media. Bagi cukong-cukong media, benar dan salah tak sepenting pasar dan tiras. Bagi predator-predator media, nurani dan kemasalahatan umum bukan parameter yang bisa menggeser utilitas dan rezim iklan.
Sens of priority, sens of emergency dan sens of crisis adalah antena kesadaran yang harus online 24 jam dalam benak pembaca yang cerdas dan bijak agar tak menjadi keranjang doktrin-doktrin dusta dan manipulatif berbungkus berita dan opini.