PILKADA DAN POLITIK SENTIMEN AGAMA

PILKADA DAN POLITIK SENTIMEN AGAMA

Berebut pemilih adalah bisnis kekuasaan yang secara salah kaprah disebut politik. Dan itu adalah urusan para pencari kuasa dengan partai apapun dan dari kelompok agama apapun, bukan urusan orang-orang di luar yang memang muak dengan bisnis yang memerlukan tingkat ketegaan maksimal. Karenanya, tak penting siapa mendukung siapa.

Tapi bikin muak adalah pembodohan publik melalui penggiringan opini sejak beberapa kali pemilu bahwa "politik identitas" alias kampanye dengan eksploitasi sentimen agama hanya dilakukan oleh kalangan mayoritas.

Mungkin karena putus asa di penghujung masa kampanye, seorang politisi yang dapat tugas memenangkan pasangan cagub-cawagub membuat pernyataan yang mestinya menyadarkan kita bahwa intoleransi dan politik identitas menjangkiti semua kelompok agama dan bahwa toleransi terhadap agama lain, terutama yang dianut minoritas tak berarti toleransi terhadap pernyataan berbahaya penganut agama lain.

Karena kebetulan merupakan mayoritas, intoleransi dan politik identitas di kalangan umat Islam lebih terekspos dan mudah dicurigai.

Di sisi lain, pernyataan sensitif yang terkesan membenturkan dua kelompok keyakinan bisa ditafsirkan sebagai politk adu domba.

Dari perspektif psikologi, tindakan "adu domba" dalam konteks politik dapat dipahami sebagai strategi perilaku yang muncul dari keinginan individu atau kelompok untuk menciptakan konflik, ketegangan, atau perpecahan di antara orang-orang atau kelompok dalam upaya memperkuat posisi atau kepentingan sendiri. Individu atau kelompok yang terlibat dalam perilaku "adu domba" biasanya didorong oleh motivasi seperti hasrat mempertahankan kekuasaan, melemahkan lawan politik, atau mengalihkan perhatian publik dari isu yang sebenarnya penting.

Dari sudut pandang etika, tindakan "adu domba" dalam politik adalah taktik yang tidak bermoral karena menggunakan manipulasi dan penipuan untuk mencapai tujuan politik yang merugikan orang lain atau masyarakat secara umum.

Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) harusnya tidak berubah jadi pilkadal (Pemilihan kadal).

Read more