Karena bukan Tuhan, relatif. Karena relatif, Terbatas. Karena terbatas, berjarak. Karena berjarak, berbeda. Karena berbeda, berbilang (plural).
Karena plural, perlu aturan supaya tidak saling tindih. Bila saling tindih, tidak berjarak. Bila tak berjarak, tak berbeda. Bila tidak berbeda, tidak plural.
Bila tak plural, tidak relatif. Bila tidak relatif, bukan makhluk (ciptaan). Bila bukan ciptaan, dia Tuhan atau tiada. Bila tiada, absurd.
Bila menolak pluralitas, menolak relatif. Bila menolak relatif, menafikan makhluk. Bila menafikan makhluk, mengaku Tuhan/ menafikan diri.
Bila mengaku Tuhan, bawa ke RS. Bila menafikan diri, harus diabaikan karena dia tidak ada. Kalau dia tidak ada, untuk apa diurus.
Menerima pluralitas adalah inti dari kesadaran bertauhid sekaligus kesadaran kemakhlukan. Pluralisme adalah ide penegasannya.
Karena terlalu curiga terhadap gagasan apapun di luar yang telah dijejalkan dalam kelompoknya, para skripturalis mengkafirkan pluralism.
Pluralisme bisa dipahami scara ekstrem juga secara proporsional. Pluralisme ekstrem biasanya diidentikan dengan relativisme epistemi
Inilah pluralisme yang menganggap kebenaran dalam semua dimensi sebagai relatif. Karena itu, kebenaran itu dimaknai plural dan tidak tunggal.
Pluralisme epistemik sulit dinalar karena bila kebenaran itu relatif dan karena itu, lawannya juga relatif, maka antipluralisme jadi benar.
Bila antipluralisme dan pluralisme juga benar, maka saat dianggap benar, lawannya masing-masing adalah benar sekaligus tidak benar. Inilah paradox.
Pluralisme proporsional memaknai kebenaran sebagai mutlak dan Kebenaran Mutlak pada Tuhan dan yang mempunyai avinitas eksistensial denganNya.
Kebenaran wahyu adalah mutlak karena dikirimkan Yang Mahamutlak kepada insan yang senyawa wujud scara emanatif denganNya seperti Yesus & Muhammad.
Pluralisme proporsional, menurut saya, menganggap selain Tuhan dan insan-insan suci seperti Nabi sebagai relatif. Logika jadi parameter kebenaran relatif.
Pluralisme inilah yang meniscayakan penghormatan mutual, kerendahan hati, kesantunan, toleransi tanpa menafikan kemutlakan wahyu.
Inilah Pluralisme yang sejalan dengan perintah Tuhan dan ajaran semua agama terutama Islam. Aneh, bila ada yang mengharamkannya.
Pluralisme proporsional bisa ditrjemahkan secara bebas: Bila tidak dapat bocoran dari langit, pemahaman dan keyakinan anda bukan wahyu.
Pluralisme proporsional meniscayakan komitmen dan konsistensi individu pada keyakinannya dan mengakui hak individu lain menolak keyakinannya.
Dengan demikian, jelas pluralisme bukan ide impor dari luar Islam, tapi justru ejawantah substansi risalah Nabi sebagai kasih lil alamin.
Menjadi jelas pula bahwa penafian pluralitas adalah cermin kejumudan, arogansi dan pemantik intoleransi, dominasi dan agresi keyakinan.
Ikhtisar: Intoleransi yang merupakan produk penafian realitas alam yang beragam dan komplek adalah fosil kebodohan dan kebiadaban.