RAMBO-ISME

RAMBO-ISME
Photo by Unsplash.com

Sebuah clip video yang dilemparkan dalam sebuah WAG menayangkan seorang pria memamerkan wajah marah dan tubuh gempal, mengklaim keberanian seraya melontarkan tantangan kepada pihak-pihak yang dibencinya.

Tanpa perlu mengukur rasionalitas keperkasaan seonggok tubuh manusia dengan komposisi daging,, kulit, tulang dan darah atau sekadar seragam serem sebuah gerombolan berlagak milisi bila dibandingkan dengan supremasi hukum dan keperkasaan institusi negara, video tersebut mengingatkan kita kepada sosok fiktif yang sendirian berhasil menaklukkan Vietnam dalam film Rambo beberapa silam dan kini versi gembrotnya difilmkan lagi.

Yang mungkin perlu diperhatikan bukan konten pesan yang disampaikan di dalamnya atau siapa yang menyampaikan dan siapa yang ditantang tapi sebuah trend baru penyebaran video personal yang melontarkan sesumbar dan ajakan duel untuk menyelesaikan perbedaan persepsi atau penyikapan terhadap sebuah fenomena dan isu seputar polemik politik dan SARA dengan mengatasnamakan pembelaan umat, agama dan hal-hal yang tak bisa diklaim sebagai properti kelompok dan individu. Inilah ramboisme di zaman postmodern.

Seiring dengan terus berkembangnya media sosial dengan penyempurnaan aneka fitur termasuk yang memudahkan pembuatan dan broadcasting video amatir, hampir setiap orang dari ragam strata sosial dan pendidikan di kota dan di desa, tua dan muda, laki dan perempuan terdorong untuk membuktikan kehadirannya dengan aneka teknik dan modus, termasuk mengagungkan kekerasan verbal, menyebarkan kebencian sektarian dan rasial, menganjurkan intoleransi, melakukan pembunuhan karakter dan intimidasi serta memperlihatkan dendam dan hasrat dominasi. Arogansi dan persekusi perlahan-lahan dihapus dari list perilaku buruk.

Digitalisme dan visualisme menggunting lipatan-lipatan teori dalam beragam displin ilmu yang diajarkan secara berjenjang di perguruan tinggi dan merentangkan jalan bagi siapapun tanpa kompetensi dan jejak pengalaman dalam sebuah bidang untuk merebut mimbar ilmu bahkan mengambil alih fungsi institusi negara dan hukum.

Ramboisme tak hanya muncul dalam kekonyolan dan jualan kekerasan tapi hadir dalam aneka karakter yang -justru karena tak selaras dengan akal sehat dan spirit toleransi serta kebhinnekaan- menjadi viral dan menarik perhatian bahkan kadang menjadi headline berita dan mempengaruhi kebijakan elit. Hoax dan celoteh-celoteh irrasional adalah perisai para pecundang pengusung keranda sendiri menuju liang kenistaan.

Tak ada yang berhak menepuk dada mengaku paling muslim, paling relijius dan paling berani membela kebenaran kecuali Muhammad SAW dan jejiwa suci serta para pejuang sejati yang berani dengan tetap rendah hati tanpa sesumbar arogansi dalam mengabadi dalam epos kepahlawanan demi menegakkan keadilan dan kemerdekaan.

Read more