REALISTIS MELIHAT IRAN (Bagian 2)
Sebagian orang mengaku menjagokan atau memprediksi sebuah timnas yang tak pernah masuk babak perempat final sebagai juara Piala Dunia 2022.
Karena tak bersandar pada fakta kiprahnya dalam banyak pertandingan dan tak punya cukup data tentang itu, maka "menjagokan" lebih tepat dianggap sebagai harapan dan doa.
Mengapa dia mengharapkan dan mendoakan timnas itu? Sangat mungkin motifnya tak terkait dengan bola. Terduga kuat dasarnya adalah ikatan agama atau politik atau bahkan karena simpati kepada negara miskin, karena mengagumi pelatihnya atau karena salah satu pemainnya dan sebagainya. Karena tak terkait dengan fakta sepakbola, sikap dan keyakinan ini dianggap tidak sesuai dengan realitas alias tidak realistis.
Karena bersikap idealis sebagian orang memilih keyakinan meski tak sesuai kenyataan. Karena bersikap realis sebagian orang menerima kenyataan meski tak sesuai keyakinan.
Sebagian keyakinan adalah pandangan yang dijejalkan alias diajarkan tanpa argumen. Sebagian keyakinan adalah pandangan yang diajarkan. Ada pula keyakinan merupakan pandangan yang dicari lalu dipelajari dan dipilih karena itulah yang tersedia, atau karena itulah yang dihasilkan setelah komparasi. Sebagian keyakinan dipilih sebagai keputusan final. Sebagian lain keyakinan diterima sebagai keputusan temporal dan dinamis. Setiap proses menentukan kualitas yang berlainan dan mempengaruhi pola sikap individu peyakin terhadap kenyataan.
Kenyataan adalah pasangan niscaya keyakinan yang diklaim oleh individu peyakin. Bila keyakinan merupakan pandangan yang terbentuk dalam diri individu peyakin, maka kenyataan adalah sesuatu yang terjadi sesuai kausalitas dan proses dialektisnya dengan atau tanpa keyakinan individu. Keyakinan, karena tersimpan dalam diri subjek (individu peyakin) disebut subjektif, sedangkan kenyataan, karena berada di luar subjek, disebut objektif. Keyakinan tak mempengaruhi kenyataan, kecuali kenyataan palsu, yaitu harapan atau khayalan (halusinasi) atau sangkaan yang dicitrakan sebagai kenyataan karena disfungsi mental dan tendensi kuasa yang kini disebut post truth.
Kenyataan, menurut materialisme, adalah fakta fisikal yang hanya bisa dijangkau dengan sain empirik. Karena itu, kaum materialis mengaku sebagai realis atau penganut realis untuk membebaskan diri dari stigma negatif materialis. Sedangkan kenyataan, dalam pandangan kaum anti materialisme, adalah realitas yang lebih luas dari fakta material dan mencakup realitas material juga immaterial. Karena pandangan inilah, kaum materialis yang mengaku realis menganggap kaum immaterialis sebagai idealis seolah pandangan mereka hanyalah ide (keyakinan) yang tidak koheren dengan realitas.
Apakah masing-masing dari kita memandang dan menganalisa Iran dengan basis kenyataan aktual (masyarakat dengan konteks ekonomi, politik, budaya dan lainnya), atau memandangnya dengan dasar keyakinan (agama dan mazhab) dengan segala doktrin, janji, harapan dan sebagainya tanpa menyisakan secui possibilitas kontranya?
Dua pola pendekatan ini rawan ekstremitas. Bila semata-mata mengandalkan fakta empirik, yang sebenarnya tidak murni empirik karena telah dikemas sebagai info dan produk media dengan ragam afiliasi dan tendensinya, maka pandangan cenderung kritis dan mungkin pesimistik terhadap kelanggengan Iran sebagai negara dengan sistem dan visi resistensinya. Bila semata-mata mengandalkan filosofi.dan doktrin keyakinan yang menyuplai oksigen harapan bahkan kepastian tanpa merisaukan fakta aktualnya, seraya memilih analisa dan data yang koheren dengannya, maka yang mengemuka adalah harapan, optimisme dan ekpektasi yang dikemas dalam analisa dan opini.
Langkah moderat adalah memadukan keyakinan (yang dibentuk secara deduktif tentang aksioma kemahakuasaan dan kemahaadilan Tuhan, otoritas transenden dan masa depan pasti cerah bagi kebenaran dan kemenangan ajaran suci) dengan kenyataan (yang dijangkau secara induktif) dalam melihat fakta aktual Iran yang sedang bergolak akibat gangguan eksternal dan ketakpuasan internal terhadap situasi ekonomi, isu kebebasan dan sebagainya sebagai pandangan jauh dari histeria dan euforia seraya merawat keyakinan bahwa kebenaran akan menamg dan kebatilan niscaya hancur sebagaimana ditegaskan oleh Allah. Ini mungkin mirip menonton pertandingan timnas-timnas Asia dan Afrika versus timnas-timnas favorit juara sambil memutar butir-butir tasbih seraya berdoa demi kaum tertindas.