REVOLUSI 22 BAHMAN

REVOLUSI 22 BAHMAN
Photo by Unsplash.com

Sejak jatuhnya dinasti Otoman (yang dirapati oleh para penggemar utopia khilafah) dunia Islam terpuruk dan tercabik oleh kolonialisme Imperialisme. Konflik dan pemberontakan terjadi di setiap negara.

Hijaz sebagai pusat agama Islam disulap jadi properti satu orang dengan lusinan istri dan selir lalu diberi nama keluarga. Mesir yang dianggap sebagai kiblat peradaban Islam justru tergadai oleh perjanjian Camp David setelah keok dalam perang 6 hari.

Indonesia, sebagai negara terbesar di dunia Islam, juga mengalami fase-fase sulit termasuk menghadapi pemberontakan demi pemberontakan seperti usaha kudeta PKI, perlawanan NII hingga tragedi berdarah Tanjung Priuk. Rezim ORBA telah menyisakan trauma lama dan menciptakan konflik aneka kepentingan. Alhasil, dunia Islam sedang bergejolak.

[caption id="attachment_15075" align="alignleft" width="150"]Revolusi 22 Bahman REVOLUSI 22 BAHMAN. Lelaki tua bersorban hitam tiba-tiba menjadi headline surat kabar dan topik berita radio dan televisi dunia, termasuk Indonesia.[/caption]

Tiba-tiba dunia dikejutkan oleh gelegar besar. Dunia Islam seolah mengalami gempa besar. Umat Islam yang hanya tahu tentang Arab sebagai pusat Islam dan menganggap apa yang dianutnya sebagai satu-satunya Islam tercengang. Lelaki tua bersorban hitam tiba-tiba menjadi headline surat kabar dan topik berita radio dan televisi dunia, termasuk Indonesia. Sebuah nama baru dalam sekejap menjadi buah bibir dan tema utama perbincangan. Iran adalah nama yang tertutup oleh gegap gempita Mesir dan Saudi sekonyong-konyong mendunia. Syiah adalah sebutan asing yang tiba-tiba hadir dalam setiap forum. Setiap menit breaking news mewartakan detik per detik pernyataan penting pria berjenggot yang dikermununi insan-insan di sebuah desa di pinggiran kota Paris yang memutih salju.

Pria kelahiran Khomain itu menyihir penduduk dunia saat menuruni anak tangga Air France di Tehran menumbangkan kerajaan Shahan Shah Reza Pahlevi, anak emas AS di Timur Tengah. Majalah Time, Le Monde, Der Spiegel dan seluruh media cetak berlomba memajang paras kharismatik.

Dunia digegerkan oleh sebuah revolusi mistik yang menggeser kehebohan revolusi Perancis, revolusi Industri Inggris dan revolusi Bolshevik.

Dengan gerakan multi faksi filosof dan agamawan (dari belahan dunia di luar radar dunia Islam yang bercorak Arab) memimpin sebuah revolusi berdimensi mistik, filosofis dan politik pada Februari 1979 dan membuang puing-puing kekaisaran Persia berusia 2500 tahun ke tonng sampah sejarah. 22 Bahman mengabadi sebagai monumen sejarah kebangkitan melawan tiran arogan.

Umat Islam di seluruh dunia menyambut revolusi ini seraya menganggapnya sebagai kebangkitan Islam. Tak ada yang menyebut Syiah dan tak satupun yang mempersoalkan ke-Persia-an. Di Indonesia semua ormas, bahkan kelompok yang beraroma wahabi pun menyambutnya. Generasi muda terutama mahasiswa, yang sebagian menjadi tokoh politik saat ini, mengelu-elukan nama pencetus revolusi itu. Ayatullah Khomeini adalah nama yang sangat populer. Betapa tidak? Mereka yang kecewa terhadap partai-partai Islam dan terhadap Orba juga gerakan-gerakan radikal, menemukan sosok ulama yang bukan hanya bisa ngaji dan memimpin tahlil, tapi mampu menggerakkan bangsa dengan peradaban menjulang menumbangkan monarki yang kuat dan represif. Mereka mulai penasaran tentang bangsa ini dan mencaritahu tentang dasar dan latarbelakang munculnya revolusi besar ini. Kedubes Iran di Menteng menjadi kewalahan melayani gelombang pemuda dan mahasiswa yang datang dari seluruh penjuru Tanah Air untuk mendapatkan penjelasan dan informasi seputar revolusi, Iran, profil Imam Khomeini serta pemikirannya.

Dahaga penasaran para pemuda berwarna hijau yang islamis dan yang berwarna merah yang sosialistik juga yang abu-abu terhapus oleh dua pemikir putra revolusi dengan dua pendekatan yang saling melengkapi. Ali Shariati yang menghidupkan gairah proletarianisme dengan analisa anti kelas yang dihadirkan dalam retorika yang menggelegar. Murtada Muthahhari mengupas pandangan-pandangan Barat modern dari Rasionalisme Cartes, Empirisisme Locke, Positivisme Comte, Idealisme Hegel, Eksistensialisme Sartre lalu Mstxisme hingga pragmatisme James dan Psikoanalisa Freud dengan basis filsafat peripatetik Ibnu Sina, Iluminasionisme Suhrawardi, monisme Ibnu Arabi dan Transendentalisme Sadra. Semua dijungkirkan dengan aksioma dan postulat yang kokoh.

Bersambung...

Read more