Kita mungkin sempat melihat video yang menayangkan sekumpulan orang bersorban dan berjubah tampak menggeleng-gelengkan kepala dan menggoyangkan tubuhnya seolah menari atau bahkan terlihat seperti kesurupan.
Terlepas setuju atau tidak setuju, bisa dipastikan para pelakunya sedang melaksanakan zikir atau amalan khasnya yang diyakini sebagai ritus sufi.
Memang bagi sebagian kita pemandangan itu menggelikan. Namun, yang lebih menggelikan, sebagian orang yang terlanjur berpikir dikotomis dan bablas jadi anti agama dengan serta merta menganggap kelompok sufi yang justru disesatkan oleh wahabi salafi sebagai kadrun. Padahal mereka tak usil dan hanya sibuk melakukan apa yang diyakininya.
Rupanya, kini muncul super ekstremisme yang menentang dan mencemooh siapapun yang tidak memakai jeans, tanktop dan busana “non nusantara” lainnya, apalagi memakai gamis, sorban dan sekadar berperilaku relijius tanpa mengusik kelompok lain dengan vonis “kadrun”.
Padahal para ulama besar, termasuk pendiri NU mengenakan sorban, memelihara jenggot dan mengajarkan wirid juga hizib dengan amalan sufi yang khas.
Beredar pula narasi rasisme berbungkus cinta negeri dengan menghina tanpa pilih dan pilah Yaman hanya karena segelintir penjual simbol agama lalu membenturkannya dengan Arab. (Padahal yang dimaksud adalah rezim biadab Saudi karena tak paham bahwa Arab bukan nama negara tapi nama etnis yang menempati 24 negara di Asia Barat Daya dan Afrika utara).
Kasihan Yaman! Di sana sedang dikeroyok, rakyatnya dibantai dan wilayahnya yang kaya minyak dan emas dirampok. Di sini penjajahan yang dialaminya selama 7 tahun dilukiskan sebagai konflik dua umat yang sama-sama beragama Islam dan mengimani Nabi Muhammad SAW. Padahal itu bukan konflik dua negara tapi invasi dan agresi rezim proxy AS atas rakyat yang rela hidup miskin demi kedaulatan negerinya.
Di sana rudal-rudal melumat sekolah, pasar, rumahsakit dan pemukiman. Di sini dihantam rudal narasi hinaan dan cemooh.
Tragis! Media sosial seolah dikuasai oleh hukum rimba tanpa belas kasih, empati dan keadilan. Arus agresivitas kian besar karena dikelola oleh para pengendali algoritma dan diikuti oleh insan-insan yang beberapa waktu lalu santun dan mengutamakan sangka baik karena merangsang adrenaline yang liar dan buas.