Skip to main content

Melaksanakan dan menghadiri acara-acara keagamaan berupa peringatan kelahiran dan kesyahidan juga upacara ritual selalu baik karena di dalamnya dilakukan aktivitas fikir dan zikir. Tapi yang lebih penting dan lebih sulit dari melakukan itu adalah mempersiapkan infrastruktur dan infrastruktur bagi pembentukan dan pembangunan komunitas agar tak hanya menjadi kumpulan individu-individu yang puas dengan mengulang aktivitas aktivitas simbolik seolah itulah cara tunggal mempertahankan dan memperkuat eksistensi kolektif di tengah dominasi komunitas lain yang lebih besar dan berusaha menolak eksistensinya dengan ragam cara.

Sekadar berhimpun atau mengumpulkan indovidu-individu dengan mengandalkan kesamaan primordial berupa kegemaran melaksanakan sebuah upacara keagamaan atau aktivitas simbolik yang kerap menjadi momentum pengulangan narasi sejarah para tokoh panutan tanpa komintmen formal atau kontrak kerja kolektif sebagai agenda terencana pelayanan publik tidak cukup memenuhi syarat untuk membentuk komunitas solid yang diperhitungkan dan diapresiasi oleh komunitas dominan dan komunitas-komunitas kecil lainnya yang sejak awal kehadirannya mengutamakan pembangunan suprastruktur dan infrastruktur sebagai strategi efektif memantapkan eksistensinya.

Selain tidak efektif memperkuat soliditas komunitas yang terisolasi dan terdiskriminasi, penyelanggaraan event-event khas yang sebagian pola pengelolaannya terlihat kontras dengan atmosfer dan budaya lokal, apalagi dibesarkan kerap memicu reaksi negatif massa yang terprovokasi dan kelompok intoleran.