Skip to main content

Sahabat

By January 12, 20113 Comments

“Tidak ada teman abadi. Yang ada kepentingan abadi” adalah slogan, yang entah dari mana munculnya, kini menjadi semacam alat justifiksi dalam komunikasi politik. Mungkin dalam kamus politik, sahabat adalah frase semacam cek kosong yang bisa diisi dengan apap saja.

Secara kebahasaan, sahabat,  dalam Kamus Bahasa Indonesia (Badudu-Zain, 2001) diartikan teman yang akrab, yang erat hubungannya dengan kita. Secara terminologis, diartikan orang yang hidup pada masa`hidup Nabi sebagai Muslim.

Kata ‘sahabat’ dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab. Menurut kitab kamus Lisan al-Arab, kata as-Shâhib dan bentuk jama’ nya (plural), shahhab, ashab, shihhab dan shahabah. Dalam al-Mufradât, disebutkan bahwa kata ash-shâhib adalah yang menemani (al-mu’asyir) dan yang selalu menyertai kemanapun (al-mulâzim).

Dalam sejarah Islam, kata sahabat mendapatkan perlakukan khusus dan sempat menjadi salah satu isu yang sensitif dan menimbulkan polemik sektarian berkepanjangan. Oleh sebagian ulama, kata shâhib dianggap sebagai kata yang dipastikan mengandung konotasi positif. Karena itu, semua sahabat Nabi dianggap sebagai orang-orang yang terbaik sepanjang zaman hingga kiamat. Artinya, tidak akan ada lagi generasi yang menyamai apalagi menggungguli orang-orang yang bersahabat Nabi. Tentu saja, sebagian ulama menolaknya seraya menganggap kata shahib atau shahabah sebagai kata dengan pengertian netral, tidak mesti positif maupun negatif. Karena itu, mereka tetap tidak menganggap sahabat Nabi sebagai orang yang bebas dosa.

Secara filosofis, sahabat adalah seorang yang amat perlu dalam setiap keadaan hidup manusia, siapapun dia dan kapan saja. Aristoteles mengartikan persahabatan adalah suatu kebajikan dan sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebab tak seorang pun dapat hidup tanpa sahabat, bahkan sekiranya ia sudah mempunyai kepenuhan harta milik. (Aristotle, Nichomachean Ethics, 1155 a1-15).

Terlepas dari konotasi teologisnya dan polemik yang menyertainya, yang jelas, sahabat dalam peta politik, terutama dalam beberapa bulan ke depan, telah mengalami pemerkosaan dam penodaan. Kata “sekutu”, “poros” dan “aliansi” pun demikian. Selain ambigu, ia adalah kata yang hanya akan berarti bila didasarkan pada deal-deal antar puak-puak kekuasaan, dengan, tentu saja, jargon-jargon yang kata awalnya adalah “demi rakyat”, “untuk rakyat” dan sebagainya. Mestinya fatwa haram dikenakan pada praktik ini karena ia masuk dalam kategori “golpul” (golongan pulus).

Allah berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Almaidah 2).

Apakah ciri-ciri seorang sahabat yang baik? Ali bin Abi Thalib dalam wasiatnya, memberikan tips mencari sahabat sejati, “Anakku, sekiranya memerlukan  sahabat, pilih  orang  dengan ciri-ciri sebagai berikut: Jika kamu berbakti kepadanya, dia akan melindungi kamu; Jika kamu rapatkan persahabatan dengannya, dia akan membalas balik persahabatan kamu;  Jika kamu memerlu pertolongannya, dia akan membantu kamu;  Jika kamumengulurkan sesuatu kebaikan kepadanya, dia akan menerimanya dengan baik; Jika dia mendapat sesuatu kebajikan (bantuan) darimu, dia akan menghargai atau menyebut kebaikan kamu; Jika dia melihat sesuatu yang tidak baik daripada kamu, dia akan menutupinya; Jika engkau meminta bantuannya, dia akan mengusahakannya; Jika kamu berdiam (lantaran malu meminta), dia akan menayakan kesulitanmu; Jika bencana menimpamu, dia akan meringankan kesusahan kamu; Jika kamu memberitahu sesuatu kepadanya, dia akan  membenarkanmu; Jika kamu merencanakan sesuatu,  dia akan membantumu; Jika kamu berselisih dengannya dia lebih senang mengalah untuk menjaga kepentingan persahabatan. Dia membantumu menunaikan tanggungjawab serta mencegahmu melakukan maksiat. Dia mendorongmu mencapai kejayaan didunia dan akhirat.