Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Komisi I DPR Mutammimul Ula, menyatakan, Indonesia sebaiknya menolak resolusi ketiga dari Dewan Keamanan PBB yang ingin memberi sanksi baru Iran terkait pengembangan energi nuklir.
“Amunisi baru berupa laporan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) bukanlah justifikasi (alasan, red) untuk menambah kezaliman baru bagi Iran,” tandasnya di Jakarta, Jumat .
Mutammimul Ula mengatakan hal itu sehubungan dengan rencana Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa menggelar pemungutan suara tanggal 29 Februari 200 ini (Sabtu, waktu New York, Amerika Serikat) untuk membicarakan resolusi baru tersebut bagi Iran.
“Faktanya kan Iran telah bersikap transparan dan sejumlah kecurigaan atas aktivitas program nuklirnya pun telah terjawab. Apalagi hasil penyelidikan badan intelijen AS dan IAEA sendiri menunjukkan, bahwa Iran tidak memproduksi senjata pemusnah massal serta tidak ditemukan penyimpangan yang mengarah kepada kepentingan militer,” ungkap Mutammimul Ula lagi.
Pertimbangan lain, menurut dia , adalah resolusi dengan penambahan elemen sanksi baru ini, hanya akan menimbulkan sikap kontraproduktif.
“Sebab, Iran bukan tipe negara yang gampang menyerah, dan akan muncul ketegangan baru di kawasan Timur Tengah,” katanya mengingatkan.
Indonesia, demikian Mutammimul Ula, memiliki posisi signifikan untuk menjadi mediator penyelesaian yang lebih adil (terutama kini karena merupakan anggota tidak tetap DK PBB).
“Indonesia tidak mesti mengikuti atau ikut-ikutan pendapat negara besar, khususnya Amerika Serikat. Dalam kasus Kosovo, Indonesia sudah buktikan itu, dengan tidak mengikuti langkah Amerika dan Uni Eropa. Ini adalah preseden yang baik,” katanya memuji sikap Pemerintah Indonesia.
Selain itu, lanjutnya, Pemerintah harus juga belajar dari pengalaman tentang persetujuannya atas Resolusi 1747 DK PBB Tahun 2007 lalu (sanksi tambahan atas Iran) yang menimbulkan sentimen negatif di dalam negeri, terutama di parlemen. (kapanlagi, Jum’at, 29 Februari 2008 11:35)